Timika, Antarpapua.com – Meski sudah dimulai sejak tahun anggaran 2012, hingga kini proyek air bersih di Kabupaten Mimika belum rampung. Soal anggaran menjadi salah satu kendala, sehingga air bersih belum bisa mengalir ke rumah-rumah penduduk Mimika. Hal itu disampaikan Kadis Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mimika, Ir Roberth Mayaut di Kantor DPRD Mimika, Jumat (04/08/2023).
Kendala pertama dijelaskan Roberth, dimulai dari gambaran agar air bersih jadi dengan baik karena nanti ada subsidi. DPU sendiri ketika membuat perencanaan soal air bersih tidak hanya untuk satu distrik, namun untuk sekota.
“Itu pada tahun 2014 kita review sudah Rp 375 miliar kurang lebih. Lalu tahun 2022 kita review lagi karena harga-harga sudah pada naik sudah pada angka Rp 511 miliar. Dengan berjalannya waktu, karena dana yang turun tidak sesuai dengan yang diharapkan.
“Contoh harga semen sudah naik. Review sisa Rp 400-an miliar. Dengan jumlah target sasaran rumah 50 ribu sambungan air bersih, membutuhkan Rp 511 miliar lebih kalau kita sudah review tadi,” jelas Roberth.
Sehingga uang Rp 111 miliar tidak bisa tidak cukup dan kalau dipersentasikan progres ada pada kisaran 34 persen.
“Kenapa tidak bisa jalan karena dananya. Kalau dipaksaksakan akan jadi beban Pemda karena harus disubsidi. Sebab untuk beli BBM guna menggerakkan mesin pada instalasi pengolahan air di area Freeport, dimana ada water treatment plan sudah siap,”terangnya.
Untuk BBM dibutuhkan Rp 2 miliar sebulan untuk mendorong air dengan tekanan yang cukup. Lalu ditampung di sekitar SP2-SP5. Kemudian didorong lagi dengan buster atau pendorong ibarat travo pada PLN.
“Contoh ada 1.000 sambungan rumah dengan asumsi dikali Rp 300 ribu tiap bulan, maka baru terkumpul Rp 300 juta. BBM sudah Rp 2 miliar, maka Rp Rp 1,7 miliar siapa yang tanggung. Itu yang saya sebut subsidi BBM dan listrik,” papar Roberth.
Juga dijelaskannya, bahwa untuk mengelola air tidak serta merta. Namun dibutuhkan Peraturan Bupati untuk menarik retribusi sebagai dasar hukum dan pihaknya sudah membuat rancangan tentang retribusi.
“Kita menagih juga kan perkubik air harus ada hitungan. Terus juga harus ada cluster, seperti gereja, masjid atau sekolah tidak akan sama. Juga soal kelas industri atau biasa ada hitungannya.
“Masalahnya adalah kebijakan anggaran belum difokuskan ke situ. Walaupun kita tahu itu kebutuhan rakyat,” tuturnya.
Jadi dikatakan Roberth, selama kurun waktu 2012 sampai sekarang tahun 2023, DPU dikasih anggaran untuk air bersih Rp 111 miliar atau setahun Rp 10 miliaran.
“Lalu kalau butuh Rp 400 an miliar, kapan selesai. Makanya butuh kebijakan anggaran agar bisa berjalan. Bisa jalan? Bisa tapi harus disubsidi. Itu baru bicara BBM dan proses perlakuan seperti penjernihan air dan sebagainya,” tandas Robert.
Dikatakan, Plt Bupati Mimika sendiri, Johanes Rettob sempat bertanya berapa anggaran supaya ini air bersih jalan dan dijawabnya Rp 200 miliar dan sudah bisa jalan 70-80 persen.
Namun tahun 2023 ada anggaran Rp 60 miliar sehingga totalnya yang ada baru Rp 170-an miliar.
Tahun ini di Koperapoka akan dijalankan 1.500 an. Nantinya kalau semua itu sudah didorong uangnya dan sudah konek, baru dipindahkan ke sumber airnya.
“Tapi karena sudah begitu kita jalan dulu dengan yang Rp 60 miliar itu. Harus kita tetap mulai dan ini target jangka pendek yang seribuan itu seperti yang disampaikan Pak Pj Bupati,” ungkapnya.
Nanti di APBD Perubahan tambah Robert pihaknya usulkan pengadaan pipa-pipaan sehingga pada tahun berikutnya stok sudah ada, sebab semua dibawa dari luar Mimika.
“Bahkan untuk yang sambungan 1.500 an sudah akan dikirim lewat Hercules sebagian. Nah ini bagus, dikasih tantangan dan anggaran sudah ada,” tambahnya.
Dan tahun ini, dengan anggaran Rp 60 miliar setidaknya 7.800 atau 8.000 sambungan rumah akan jadi.
“Ada beberapa titik yang kita hidupkan, seperti di belakang Hasjrat dan sebagainya,” pungkas Roberth.