Bumi dan Sampah Plastik

Antar Papua
Ilustrasi (Foto: Internet)

Antarppua.com – Bumi merupakan rumah untuk seluruh makhluk hidup. Namun, akhir-akhir ini keadaan bumi memprihatinkan. Hal tersebut dapat dilihat dari perubahan iklim yang terjadi belakangan ini. Tak hanya itu, likungan yang tidak bersih pun memperngaruhi kesehatan bumi. Sampah plastik mempengaruhi kesehatan bumi karena berbagai alasan yang terkait dengan lingkungan, ekosistem, dan kesehatan manusia.

Bumi

Dibandingkan dengan planet lain yang ada di Galaxy Bimasakti, Bumi adalah satu-satunya planet yang memiliki kehidupan di dalamnya. Selain itu, planet yang dijuluki sebagai planet “biru” ini termasuk ke dalam kelompok planet minor (planet terestrial)–yang ukuran serta massanya relatif kecil–bersama dengan Merkurius, Venus, dan Mars.

Kata Bumi berasal dari bahasa Sanskerta “Bhumi”, yang berarti tanah. Bumi tergolong planet kebumian yang umumnya terdiri dari bebatuan. Bumi merupakan planet dengan kepadatan tertinggi, gravitasi permukaan tertinggi, medan magnet terkuat, dan rotasi tercepat, dan diperkirakan juga merupakan satu-satunya planet dengan tektonik lempeng yang aktif. Tak hanya itu Bumi adalah tempat tinggal bagi jutaan makhluk hidup, termasuk manusia. Jumlah penduduk Bumi saat ini sudah hampir menyentuh angka 8 miliar orang.

Banyak metode yang di gunakan oleh para ilmuan untuk mengetahui umur bumi. Namun, dari sekian banyak metode tersebut, belum dipastikan berapa umur bumi sebenarnya. Dari sekian banyak metode termutakhir tersebut, para ilmuwan kemudian meyakini bahwa usia Bumi saat ini adalah sekitar 4,54 miliar tahun.

Sebab itu, menjaga lingkungan yang tetap bersih dan tak merusak alam merupakan hal penting untuk menjaga bumi agar tetap sehat.

Sampah Plastik

Kata Plastik berasal dari dari Bahasa Yunani “Plastikos” yang berarti lentur dan mudah dibentuk. Orang yang memperkenalkan plastik pertama kali adalah Alexander Parkes. Plastik dikenalkan oleh Parkes pada sebuah ekshibisi internasional di London, Inggris pada tahun 1862. Plastik temuan pria kelahiran Brimingham itu kemudian dikenal dengan istilah Parkesin yang dibuat dari bahan organik dari selulosa. Parkesin inilah yang menghasilkan produk seperti gagang pisau, sisir, kancing, dan lain sebagainya.

Baca Juga |  Mengenal Pelecehan Verbal serta Dampaknya

Kemunculan plastik di Indonesia ini bisa dilihat setelah Perang Dunia II berakhir. Persebarannya mulai tahun 1952, di mana pada tahun tersebut sudah terdapat 12 pabrik plastik di Jawa. Pabrik-pabrik plastik tersebut mengimpor bahan bakunya dari luar negeri. Yakni perusahaan minyak Shell dari Amerika Serikat, dan Bataafsche Petroleum Maatschappij dari Belanda.

Dua distributor di atas itu mampu menyuplai kebutuhan perusahan-perusahan plastik di Indonesia. Perkembangannya pun jadi semakin pesat. Plastik langsung mudah diterima oleh masyarakat. Selain bentuknya yang beragam, pun warna menarik, tahan lama, anti air, dan murah.

Kemunculan plastik seakan menjadi salah satu alternatif lain dalam hal pengemasan. Seperti dalam membungkus makanan. Kehadiran plastik mampu membantu manusia dalam mengemas dan membawa makanan. Seperti makanan berkuah misalnya. Pada awal dekade 60-an, produk-produk berbahan dasar plastik terus mengalami perkembangan dan terobosan baru.

Namun, dari perkembangannya yang begitu pesat itu, plastik tentu sangat berdampak. Terutama terhadap lingkungan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat total sampah nasional pada 2021 mencapai 68,5 juta ton. Dari total jumlah tersebut, 17 persen atau sebanyak 11,6 juta ton disumbang oleh sektor sampah plastik.

Jumlah yang tidak sedikit. Dampak yang ditimbulkan pun beragam, baik di darat maupun di lautan. Plastik sudah jadi ancaman.

Melalui hal ini perlu untuk di pahami agar bisa mengurangi sampah plastik. Karena keberadaan sampah plastik mengancam kesehatan bumi.

Berikut adalah beberapa cara di mana sampah plastik berdampak negatif pada kesehatan bumi:

Pencemaran Lingkungan:

Pencemaran Air: Plastik sering berakhir di sungai, danau, dan lautan, menyebabkan pencemaran air yang parah. Mikroplastik yang terbentuk dari degradasi plastik berukuran besar dapat ditemukan di seluruh badan air, yang akhirnya masuk ke rantai makanan melalui ikan dan hewan laut lainnya.

Pencemaran Tanah: Plastik yang dibuang sembarangan dapat meresap ke dalam tanah, mengganggu kesuburan tanah dan menghalangi pertumbuhan tanaman.

Baca Juga |  Momentum HAN di Mimika Jadi Bahan Introspeksi Masih Banyak Anak Belum Menikmati Pendidikan

Ancaman terhadap Satwa Liar:

Bahaya Fisik: Satwa liar sering memakan plastik atau terjerat di dalamnya. Ini dapat menyebabkan cedera fisik, kelaparan, dan kematian pada berbagai spesies hewan, termasuk burung, ikan, dan mamalia laut.

Gangguan Rantai Makanan: Plastik yang masuk ke rantai makanan dapat mempengaruhi kesehatan hewan di berbagai tingkat trofik, yang pada gilirannya mempengaruhi keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem.

Penyebaran Bahan Kimia Berbahaya:

Plastik mengandung bahan kimia berbahaya seperti bisphenol A (BPA) dan ftalat, yang dapat larut ke dalam lingkungan dan air. Bahan kimia ini bersifat toksik dan dapat mengganggu sistem endokrin hewan dan manusia, menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan reproduksi dan kanker.

Dampak pada Kesehatan Manusia:

Konsumsi Mikroplastik: Mikroplastik yang terakumulasi di dalam ikan dan hewan laut lainnya dapat masuk ke tubuh manusia melalui konsumsi makanan laut, membawa potensi risiko kesehatan seperti gangguan hormonal dan toksisitas.

Polusi Udara: Pembakaran plastik di tempat pembuangan sampah atau melalui pembakaran terbuka melepaskan polutan berbahaya ke udara, termasuk dioksin, furan, dan partikel halus, yang dapat menyebabkan penyakit pernapasan, kanker, dan gangguan kesehatan lainnya.

Kerusakan Ekosistem:

Sampah plastik yang menumpuk di lingkungan dapat merusak habitat alami, mengganggu fungsi ekosistem, dan mengurangi kemampuan ekosistem untuk menyediakan layanan penting seperti penyaringan air dan penyerapan karbon.

Perubahan Iklim:

Produksi plastik sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil, yang menyumbang emisi gas rumah kaca. Plastik yang tidak terurai dalam waktu lama juga berkontribusi pada penumpukan limbah di lingkungan, yang akhirnya berperan dalam pemanasan global.

Dengan demikian, mengelola sampah plastik dengan baik sangat penting untuk melindungi kesehatan bumi dan memastikan keberlanjutan lingkungan serta kesejahteraan makhluk hidup yang bergantung padanya.
(*gramedia.com/literasi/bumi, pastiangkut.id/Antarpapua.com)

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News