Timika, APN – Anak-anak usia sekitar 5 hingga 12 tahun terlihat lalu-lalang di pinggiran jalan Yos Sudarso, Mimika, beberapa dari mereka membawa sebuah kardus bekas berwarna cokelat, sementara lainnya menunggu seseorang memberikan uang atas jasa mereka meletakan kardus di atas jok motor yang dikendarai orang tersebut agar terhindar dari panasnya sinar matahari. Mereka adalah anak-anak penyedia jasa alas karton.
Fenomena alas karton yang dilakukan anak-anak tersebut sudah sejak lama dan telah tersebar di beberapa titik di kota Timika, namun seolah dianggap hal lumrah oleh masyarakat.
Menurut informasi yang dihimpun antarpapuanews.com jasa penyedia karton alas tempat duduk kendaraan roda dua tersebut telah beroperasi lebih dari empat tahun, yang katanya untuk membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Fakta menariknya adalah jasa tersebut selalu melakukan regenerasi laiknya sebuah organisasi pemuda.
“Sejak 2019 saya masuk kerja disini mereka sudah ada. Kerjanya memang katanya sebelum saya (kerja disini) sudah begitu. Bahkan ada kakak-akaknya yang sudah menikah, sudah gadis, diganti lagi dengan adek-adeknya.” ungkap Siti, seorang kasir Swalayan Lancar Sejati yang terletak di Jl. Yos Sudarso depan Hotel Serayu kepada antarpapuanews.com Kamis, (03/02/2022).
Siti saat ditemui sedang sibuk memberikan teguran kepada anak-anak itu yang dinilai meresahkan dirinya beserta rekan-rekan karyawan Swalayan lainnya.
“Mereka kalau dilarang, orang tuanya datang dan mengamuk. Polisi yang larang saja mereka tidak peduli, bahkan yang perlindungan anak datang angkat anak-anaknya, orang tuanya tidak terima,” ujarnya.
Menurut Siti adanya jasa tersebut malah membuat resah pelanggan atau pembeli yang akan mampir berbelanja.
“Kalau ada Hp atau uang biasanya langsung hilang begitu saja, terus kalau ditanya, mereka tidak mau mengaku,” ucapnya.
Anak-anak penyedia jasa alas karton biasanya kata Siti juga mendapatkan uang puluhan hingga ratusan ribu dari pembeli di toko tempatnya bekerja.
“Paling sedikit mereka itu penghasilannya dua ratus satu orang ada yang sampai tiga ratus, untuk satu orang itu kalau dari pagi. Kan kalau orang kan kasihan to, kadang dibagikan kadang seratus satu orang kadang juga lima puluh. Dibandingkan gaji karyawan di toko, malah lebih banyak penghasilannya mereka,” paparnya.
Ketika ditemui beberapa anak mengaku jika mereka memiliki latar belakang ekonomi dibawah rata-rata, hingga akhirnya mereka terpaksa tidak dapat menikmati pendidikan.
Beberapa diantara mereka juga mengaku telah lama menjalani pekerjaan tersebut, ada juga yang mengaku belum lama melakukannya.
“Kita datang cari uang jajan saja, tidak ada yang suruh,” ungkap seorang anak perempuan di kelompok tersebut.