Timika, APN – Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika sedang melakukan penelusuran terhadap tidak naiknya 5 siswa di SD YPPK Aramsolki yang berbuntut pemalangan sekolah oleh orang tua siswa.
“Saya lagi suruh (staff) cek karena saya minta data tapi belum dapat,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika, Jenny O Usmani saat ditemui di Sentra Pemerintahan Kabupaten Mimika, Jumat (13/5/2022).
Jenny melanjutkan, jika ada anak kelas 6 SD tidak bisa membaca maka yang seharusnya dipertanyakan adalah bagaimana kinerja guru, sehingga anak kelas 6 SD tidak bisa membaca.
“Yang dipertanyakan seharusnya gurunya, kenapa bisa seperti itu? Kalau memang tidak bisa membaca kenapa dinaikan kelas 6? Kalau pun ada ancaman mungkin saja tenaga guru itu tidak ada ditempat untuk mengajar, kalau ada ditempat kan bisa disampaikan, anaknya yang tidak pernah sekolah ke orang tua kalau mereka protes” terangnya.
Jenny menjelaskan, dirinya tidak mengetahui persis apakah SD YPPK Aramsolki sudah membuka pembelajaran tatap muka. Karena yang mengetahui itu adalah pihak yayasan YPPK, karena sekolah tersebut adalah sekolah swasta.
“Kalau tidak salah (pemalangan) itu waktu ujian, jadi senin, kalau soal itu (dibuka atau belum) yayasan yang punyak hak menjawab, kalau kami Dinas itu membantu masalah teknis, contohnya ada anak yang belum terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) seperti itu,” ungkapnya.
Seperti diketahui telah terjadi pemalangan yang dilakukan oleh Orang tua murid SD YPPK Aramsolki, Distrik Agimuga disebabkan tidak terima jika kelima putra-putri mereka tidak dapat mengikuti ujian.
Kepala Distrik Agimuga, Paulus Kilangin membenarkan kejadian tersebut, ketika dihubungi APN melaui via telepon, Kamis (12/5/2022) sore.
“Memang benar, ada pemalangan di sekolah tersebut, sejak Senin, (9/5) kemarin. Karena informasi pemalangan pertama juga, saya dapat melaui pesan di WhatsApp dan rekaman yang video yang beredar,”ungkapnya.
Kadistrik melanjutkan aksi pemalangan di sekolah tersebut, karena ketidakpuasan pihak orang tua atas keputusan dari pihak sekolah terhadap 5 murid itu. Pihak sekolah beralasan kelima anak tidak dinaikan karena mereka belum tahu membaca dan menulis. Padahal menurutnya, kelima anak itu tahu membaca dan menulis.
“Bagaimana anak-anak ini mau lanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Karena usia juga dapat menentukan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi. Sehingga, keputusan ini sangat merugikan generasi Agimuga kedepan,” katanya.