Antarpapua.com – Pernahkah kamu mengalami perasaan cemas berlebihan saat telepon berdering, lalu memilih untuk hanya menatap layar tanpa mengangkatnya? Jika iya, kamu tidak sendiri. Banyak orang – terutama mereka yang tergolong introvert atau pernah mengalami pengalaman emosional yang buruk — cenderung menghindari interaksi langsung seperti panggilan telepon. Fenomena ini bukan soal malas atau tidak sopan, melainkan terkait dengan apa yang disebut sensitive intrusive self-reflection.
Apa Itu Sensitive Intrusive Self-Reflection?
Sensitive intrusive self-reflection adalah kondisi di mana seseorang secara berlebihan memikirkan atau menilai diri sendiri, terutama dalam situasi sosial atau saat harus membuat respons secara cepat. Mereka yang mengalami hal ini sering merasa cemas, takut salah bicara, atau merasa tidak siap secara mental untuk berinteraksi langsung.
Orang-orang dengan kecenderungan ini biasanya sensitif terhadap penilaian sosial, sehingga ketika telepon masuk — yang sifatnya mendadak dan langsung — mereka merasa “terserang”, bukan siap menyambut komunikasi.
Kenapa Introvert Rentan?
Introvert secara alami cenderung menyukai komunikasi yang terstruktur, tertulis, atau bisa dipikirkan terlebih dahulu — seperti pesan teks atau email. Sebuah panggilan telepon terasa seperti “interupsi” mendadak yang mengharuskan respons cepat, padahal otak introvert lebih nyaman dengan waktu untuk merenung dan menyusun kalimat.
Akibatnya, saat telepon masuk:
- Mereka butuh waktu untuk mentally prepare.
- Ada rasa takut akan percakapan yang panjang atau tidak nyaman.
- Mereka khawatir salah ucap atau membuat kesan yang buruk.
- Mereka merasa tidak memiliki energi sosial saat itu juga.
Trauma Masa Lalu Membentuk Pola Penghindaran
Bagi orang-orang yang pernah mengalami pengalaman traumatis — seperti dibentak saat menjawab telepon, dihubungi dengan kabar buruk, atau tekanan dari komunikasi yang mengintimidasi — suara dering telepon bisa menjadi trigger. Otak mereka secara otomatis mengasosiasikan dering dengan stres atau bahaya.
Maka, pilihan untuk tidak menjawab bukan karena tak peduli, tapi justru sebagai mekanisme perlindungan diri. Mereka butuh merasa aman terlebih dahulu sebelum bisa kembali membuka ruang komunikasi.
Apa yang Bisa Dilakukan?
- Validasi Perasaanmu
Tidak apa-apa jika kamu butuh waktu untuk membalas atau tidak selalu siap menjawab panggilan. Perasaan cemas itu valid dan tidak membuatmu aneh. - Gunakan Alternatif Komunikasi
Jika lebih nyaman lewat teks atau chat, tak ada salahnya menyampaikan ke teman atau rekan bahwa kamu lebih responsif lewat jalur tersebut. - Latihan Perlahan
Jika ingin membangun kembali keberanian, kamu bisa mulai dengan menjawab telepon dari orang-orang terdekat dulu. Perlahan, tubuh dan pikiranmu akan belajar bahwa tidak semua panggilan adalah ancaman. - Kenali Pemicunya
Apakah deringnya yang membuat jantung berdebar? Apakah kamu takut berita buruk? Mengetahui sumber rasa tidak nyaman bisa jadi langkah awal untuk mengelola kecemasan itu.
Mendiamkan telepon bukan tanda lemah atau tidak sopan — ini bisa jadi bentuk self-preservation dari sistem saraf yang sedang menjaga diri. Dunia modern yang serba cepat dan penuh tekanan seringkali melupakan bahwa tidak semua orang bisa langsung merespons. Dan itu tidak masalah.
Menghadapi sensitive intrusive self-reflection butuh waktu, empati pada diri sendiri, dan lingkungan yang memahami bahwa diam bukan berarti abai — tapi sedang memilih cara terbaik untuk tetap terhubung dengan tenang. (AP)