Hasil Reses dapil 5, Banyak Anak Banti di Timika Tidak Sekolah

Advertisements
Advertisements
Advertisements
Advertisements

Timika, APN – Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi anak, sehingga harus terpenuhi selain kesehatan.

Anggota DPRD Kabupaten Mimika Dapil V, Anthon Bukaleng (pertama dari kiri) dan Aloisius Paerong (pertama dari kanan) saat melakukan reses di Distrik Kuala Kencana

Namun sangat disayangkan dalam kegiatan reses ke II Anggota DPRD Kabupaten Mimika Dapil V, Anthon Bukaleng dan Aloisius Paerong di mile 32, Distrik Kuala Kencana,  Kamis (18/11/2021), banyak anak-anak dari kampung Banti di Timika yang tidak bersekolah meski telah usia 9 hingga 11 tahun.

Anak-anak ini ikut dievakuasi ke Timika saat terjadinya kontak senjata antar KKB dan aparat keamanan pada  bulan Maret tahun 2020 lalu, akan tetapi hingga saat ini mereka tidak didaftarkan untuk sekolah.

Adapun anak-anak lainnya yang usia SMP tidak bisa didaftarkan ke sekolah  tidak bisa diterima pada sekolah yang ada di Timika lantaran pihak sekolah di Timika,meminta agar harus ada persyaratan seperti ijazah dan Rapot dari Banti.

Hal tersebut menyulitkan para orang tua untuk mencari guru-guru mereka di Timika di tambah lagi, pada saat mengungsi ada beberapa orang tua yang hanya bekerja sebagai petani, dan ada orang tua yang tidak bekerja.


“iya Kami mau daftarkan mereka ke sekolah di Timika sini, tapi guru-guru di sini bilang harus ada ijazah dan Rapot dari Banti baru bisa diterima melajutkan sekolah, Jadi kita mau cari guru guru mereka di mana di Timika ini. Makanya anak-anak ini tidak sekolah dan tiap hari hanya berkeliaran saja di kampung ini.dan juga ada yang pergi mendulang di kali  Anak-anak kami mau sekolah,karena kami orang tuanya juga mau supaya mereka sekolah. Kita mau supaya Pemerintah buka sekolah di wilayah ini,” kata seorang Ibu, Paro Omaleng.

Hal yang sama juga disampaikan oleh tokoh pemuda, Edy Omaleng. Menurut dia, anak-anak ini punya kemauan untuk bersekolah, tapi jangkauan tempat tinggal saat ini sangat jauh ke wilayah SP3 ataupun ke SP12.

“Anak-anak kami banyak yang tidak sekolah, karena sekolahnya sangat jauh. Makanya ada yang sudah usia 9 dan 11 tahun,tapi belum masuk SD. Yang lain sudah kembali ke Banti, tapi sama saja tidak sekolah, karena di sana juga sekolahnya tidak ada,” tutur Edy.

Edy mengatakan, banyak juga anak-anak Banti yang telah disekolahkan di Taruna Papua SP4, baik yang SD ataupun yang SMP.

“Waktu dievakuasi ke Timika, kami sudah daftarkan anak-anak ke sekolah Seminari di TSM SP3, tapi kemudian diusulkan untuk daftar ke Taruna. Makanya saat ini sebagian sudah sekolah di Taruna di SP4,” katanya.

Selain persoalan itu, warga di 23 juga keluhkan persoalan layanan air bersih serta layanan kesehatan yang sangat jauh. Dimana, masyarakat harus ke RSUD dan RSMM untuk mendapatkan layanan kesehatan.

Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Mimika, Anthon Bukaleng menyampaikan kondisi ini sangat miris dan perlu perhatian khusus bagi Pemkab Mimika melalui Dinas terkait.

Baca Juga |  DPRD Mimika Gelar Rapat Paripurna Penghormatan Terakhir Bagi Ketua DPRD Mimika

Sebagai anggota dewan, pihaknya akan mendorong hal ini dan berkoordinasi bersama Bupati supaya  menentukan upaya agar anak-anak Banti di Timika bisa bersekolah.

“Mereka sudah lama tinggal di Timika dengan rumah yang sudah dibangun Bupati setelah adanya kontak senjata di Banti. Tapi kasihan kalau anak-anak ada yang  sama sekali tidak sekolah. Kami akan koordinasi ke Bupati supaya anak-anak yang putus sekolah bisa lanjut dan yang belum sekolah didaftarkan ke sekolah-sekolah yang ada di Timika,”  kata Anthon.

Sedangkan terkait keluhan layanan kesehatan, menurut Anthon, Pemkab harus membangun Pustu atau layanan kesehatan lainnya di wilayah tersebut yang bisa dijangkau masyarakat.

“Kasihan mereka, kalau sakit  harus jauh-jauh ke RSUD dan RSMM. Di sini harus ada Pustu. Memang ada Puskesmas Jile Ale di SP3, tapi itu juga tergolong jauh bagi masyarakat 23,” tuturnya.

Hal yang sama juga disampaikan Aloisius Paerong. Ia mengaku, terharu mendengar keterangan masing-masing orang tua yang mana anak-anak mereka punyai keinginan untuk sekolah. Namun,  kemudian ada persoalan administrasi, karena sekolah yang ada di Timika juga tentunya akan meminta surat pindah maupun ijazah dan Rapot dari sekolah asal yaitu di Banti.

Dengan demikian, setiap orang tua harusnya menyampaikan ke Kepala Kampung sebagai pemerintah yang paling dekat di masyarakat. Selanjutnya, kepala kampung langsung menyampaikan ke Dinas terkait agar dicarikan solusinya.

“Saya sangat prihatin mengetahui anak-anak ini tidak sekolah. Padahal usianya sudah 9 tahun bahkan ada yang sudah usia 11 tahun. Kepala kampung harus sampaikan ke dinas pendidikan agar didata semua anak-anak ini,” ungkap Alosius.

Ia juga mengatakan yang paling penting dibangun di wilayah tersebut adalah sekolah usia Dini & paud serta Taman kanak kanak. Sedangkan untuk sekolah SD harus disesuaikan dengan jumlah anaknya, karena harus lengkap kelas I hingga kelas 6. Demikian juga untuk bangunan dan Guru selaku pengajarnya.

“untuk membangun SD di wilayah ini kemungkinan belum bisa. Bagusnya di sini dibangun sekolah usia Dini & paud serta Taman kanak-kanak dulu, Namun Hal ini tetap kami koordinasikan bersama Pemkab Mimika,” ini katanya (Ifon)