Jakarta, APN – Tiga warga negara asing (WNA) yang diduga menjadi spionase atau mata-mata di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia ditahan pihak keimigrasian.
Seperti yang dilansir dari Kompas.com, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Washington Saut Dompak menyebut tiga orang tersebut adalah BJ warga negara China serta dua warga Malaysia, HJK dan LBS. Ketiganya kini ditahan di Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan selama 30 hari ke depan.
Washington menyatakan, ketiga WNA tersebut masuk melalui Pos Lintas Batas Internasional Tunon Taka, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara pada 20 Juli bersama seorang warga negara Indonesia (WNI), YBY.
Diketahui, YBY merupakan pimpinan perusahaan bidang konstruksi di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia. Ia berdalih mengajak ketiga orang itu untuk melihat pembangunan jembatan Tawau-Sebatik, Malaysia.
“YBY ingin meninjau kondisi geografis Sebatik, Kabupaten Nunukan dalam rangka pembangunan jembatan dan mengajak WN RRT berinisial BJ serta dua orang WN Malaysia,” kata Washington dalam keterangan resmi yang Kompas.com terima, Minggu (24/7/2022).
Washington menyebut BJ masuk ke Indonesia menggunakan Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK/VOA) Khusus Wisata. Ia tidak mengajukan Visa Kunjungan B211A sesuai maksud kedatangannya. Sementara, dua warga negara Malaysia HJK dan LBS masuk menggunakan fasilitas Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS).
“Diperuntukkan untuk wisata dikarenakan kedua WNA ini berkewarganegaraan Malaysia,” ujar Washington.
Menurut Washington, lokasi yang dikunjungi empat orang tersebut merupakan objek vital di lingkungan TNI Angkatan Laut (AL). Karena itu, Marinir yang berjaga di lokasi tersebut memeriksa mereka berempat. Setelah itu, mereka diserahkan ke Kantor Imigrasi Kelas II Nunukan.
“Dari hasil pemeriksaan, mereka tidak mengetahui bahwa salah satu lokasi tempat mereka berfoto adalah objek vital, yaitu pos perbatasan dan markas marinir,” ujar Washington.
Ia menyebut ketiga WNA tersebut diduga melanggar Pasal 122 huruf a UU Keimigrasian karena menyalahgunakan atau melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan izin tinggal yang diberikan. Ketiganya dijadwalkan menjalani gelar perkara besok, Senin (25/7/2022) terkait dugaan tindak pidana keimigrasian.
“Dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling paling banyak Rp 500 juta,” jelas Washington.