Antarpapua.com – Seiring dengan semakin cepatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI), banyak negara di dunia yang telah memiliki regulasi untuk mengatur pengembangan dan penggunaan teknologi ini. Namun, Indonesia hingga kini masih belum memiliki aturan yang jelas. Di tengah akselerasi yang pesat, regulasi AI di Indonesia sangat penting untuk memastikan pemanfaatannya berjalan dengan baik dan aman bagi masyarakat.
Nick Pickles, Chief Policy Officer dari Tools for Humanity, dalam diskusi “AI and Humanity: Where Do We Draw the Line?” yang digelar oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), menyatakan bahwa ada berbagai cara untuk meregulasi AI, salah satunya dengan melindungi data pribadi. Nick menegaskan, “AI dilatih dengan data, dan Indonesia sudah memiliki undang-undang tentang perlindungan data pribadi. Ini sangat penting untuk memastikan privasi individu terlindungi di era data.”
Menurut Nick, interaksi dengan chatbot, meski melibatkan AI, seharusnya tidak dibatasi. Teknologi ini telah banyak memberikan manfaat dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari membantu pekerjaan rumah hingga melakukan reservasi restoran. Alih-alih membatasi interaksi dengan teknologi tersebut, yang perlu diatur adalah bagaimana kita bisa membedakan interaksi dengan manusia atau robot.
“Yang sangat penting di era AI ini adalah kemampuan untuk mengetahui apakah kita sedang berinteraksi dengan manusia atau mesin. Jika Anda sedang bermain game online, misalnya, Anda harus bisa tahu apakah Anda bermain melawan manusia atau mesin. Dengan adanya kemampuan ini, pengalaman hidup kita akan berubah. Ini bukan soal regulasi, melainkan kesadaran dalam memilih interaksi dengan manusia sejati,” ujar Nick.
Masih dalam Tahap Diskusi
Sayangnya, Indonesia hingga kini belum memiliki regulasi yang jelas tentang AI. Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial menjadi satu-satunya acuan, meskipun hanya bersifat anjuran dan implementasinya masih sukarela.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kebijakan Strategis Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Oki Suryowahono, mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini tengah mendiskusikan langkah-langkah terbaik dalam membuat aturan terkait AI di Indonesia. Oki mengatakan bahwa dalam mendesain regulasi, pihaknya belajar dari pengalaman negara lain yang telah lebih dulu mengatur penggunaan AI. “Kami sedang mencari formula yang paling cocok. Negara lain memiliki berbagai pendekatan, ada yang sangat ketat, ada juga yang lebih longgar,” kata Oki.
Oki menambahkan, meskipun regulasi perlu ada, tujuannya adalah untuk tidak menghambat perkembangan teknologi ini. Di sisi lain, regulasi juga penting untuk mengantisipasi potensi dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh penggunaan AI.
Langkah Diskusi yang Terus Berlanjut
Seperti yang diungkapkan oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkomdigi) Nezar Patria, diskusi dengan berbagai stakeholder terkait regulasi AI masih terus berlangsung dan diperkirakan akan selesai pada awal Maret mendatang. Nezar menambahkan bahwa diskusi ini melibatkan berbagai pihak dari sektor industri, seperti kesehatan, transportasi, pendidikan, layanan keuangan, hingga lembaga-lembaga yang mengatur penggunaan AI di sektor-sektor tersebut.
“Dengan melibatkan banyak pihak yang berkompeten, kami berharap bisa menghasilkan dokumen kebijakan yang kuat. Dokumen ini akan menjadi dasar untuk menyusun naskah akademik yang akan menjadi landasan dalam penyusunan regulasi AI yang lebih komprehensif di Indonesia,” terang Nezar.
Proses panjang ini diharapkan bisa menghasilkan regulasi yang tidak hanya melindungi kepentingan masyarakat, tetapi juga mendorong perkembangan teknologi yang bermanfaat. Mengingat pentingnya AI dalam kehidupan sehari-hari, Indonesia perlu segera merumuskan kebijakan yang bijaksana agar dapat memaksimalkan potensi teknologi ini tanpa mengorbankan kepentingan publik.
Dengan adanya regulasi yang tepat, Indonesia bisa menjadi negara yang siap menghadapai tantangan perkembangan AI, memastikan teknologi ini memberikan manfaat yang maksimal, tanpa menimbulkan risiko yang membahayakan masyarakat. (Cnnindonesia.com/Antarpapua.com)