Ini Alasan Kenapa Kuasa Hukum Jhon Rettob Ajukan Gugatan ke MK

Antar Papua
Muh Yasin Djamaluddin, S.H., M.H. (Foto: Istimewa)

Jakarta, APN – Kuasa hukum Johannes Rettob, M. Yasin Djamaluddin, S.H., M.H., mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 82 ayat (1) huruf d Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

“Kami kuasa hukum tersangka Johannes Rettob, S.Sos., M.M., dan Silvi Herawaty telah menjadi korban kesewenangan-wenangan Kejaksaan Tinggi Papua dengan keberadaan Pasal tersebut,” kata Yasin di Jakarta, Senin (6/3/2023).

Yasin menjelaskan, perkara tersebut bermula saat Johannes Rettob, S.Sos., M.M., dan Silvi Herawaty ditetapkan sebagai tersangka tanggal 25 Januari 2023 atas dugaan korupsi pengadaan pesawat terbang.

“Penetapan tersangka tersebut tidak didasarkan bukti permulaan yang cukup, sehingga pihaknya mengajukan Praperadilan untuk menguji prosedur penetapan tersangka telah sesuai atau tidak,” ujarnya.

Yasin mengungkapkan, setelah mengetahui adanya upaya Praperadilan, walaupun proses penyidikan belum selesai yaitu belum ada pemeriksaan saksi dan ahli meringankan, penyidik Kejati Papua langsung melimpahkan berkas perkara ke Penuntut Umum.

Selanjutnya langsung dilimpahkan ke pengadilan agar permohonan Praperadilan dari John Rettob bisa gugur. Sehingga Kejati Papua selamat dari proses penetapan tersangka tanpa bukti permulaan yang cukup.

Baca Juga |  Buka Pasar Murah, Plt Bupati Mimika Ajak Stakeholder Bersama-Sama Tekan Inflasi

Yasin menyatakan, hal itu sangat merugikan kliennya karena telah menghilangkan hak Tersangka untuk menguji proses penetapan tersangka yang benar sesuai dengan asas due process of law melalui Praperadilan.

“Pasal 82 ayat (1) huruf d Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), harus ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi apabila Permohonan Praperadilan sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri, maka Pokok Perkara haruslah ditanggungkan sampai adanya putusan Praperadilan, agar prosedur, keadilan dan transparansi penegakan hukum berjalan dengan baik,” jelasnya.

Yasin menambahkan, kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan pada Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia disisi lain juga sebagai penuntut mengakibatkan tidak ada Checks and balances dalam proses penyidikan. Sehingga sangat mudah untuk menyatakan berkas perkara lengkap dan dapat segera dilimpahkan.

“Kewenangan Kejaksaan sebagai penyidik sekaligus penuntut telah membuat kejaksaan menjadi lembaga yang sewenangan-wenang saat proses penyidikan. Karena yang melakukan penelitian kelengkapan berkas perkara adalah kejaksaan juga yang notabene adalah teman sendiri,” jelasnya.

Yasin mengatakan, dalam perkara Johannes Rettob dan Silvi Herawaty hak tersangka telah diabaikan demi menggugurkan Praperadilan. Hal tersebut membuktikan Kejaksaan Tinggi Papua tidak siap dengan materi proses penetapan Tersangka.

Baca Juga |  Kasus Mafia Tanah di Pomako, Kejari Mimika Periksa Pejabat BPN Mimika

“Kejati hanya siap dengan strategi menggugurkan Praperadilan dengan cara melimpahkan berkas perkara. Tindakan tersebut sangat merugikan kami,” ujarnya.

Yasin menyatakan, agar ada Checks and balances dalam proses penyidikan dan menghilangkan kesewenangan-wenangan Kejaksaan dalam proses penyidikan, maka kewenangan penyidikan tindak pidana tertentu sebagaimana Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Nomor 16 Tahun 2004 haruslah ditiadakan oleh MK karena sudah ada penyidik dari Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Untuk menghindari Dwi fungsi kejaksaan sebagai penyidik dan penuntut umum yang menjadikan jaksa bertindak sewenang-wenang dalam proses penyidikan dan untuk menghindari tumpang tindih penyidikan, maka Kejaksaan harus dikembalikan ke kewenangan yang hakikinya yaitu Penuntutan bukan penyidikan,” jelasnya.

Yasin mengatakan, Pasal 82 KUHAP dan Pasal 30 UU 16 Tahun 2004 sering digunakan sebagai strategi untuk menggugurkan hak para pencari keadilan terhadap kesewenangan-wenangan jaksa.

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News