Kadinkes Mimika: Stok Obat Malaria Tahun 2023 Tersedia

Antar Papua
Kepala Dinas Kesehatan, Reynold Ubra didampingi kepala bidang saat konferensi pers di Hotel Horison Diana, Sabtu (27/5/2023), (Foto: Acel/APN).

Timika, APN – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mimika, Reynold Ubra menyebut ketersediaan atau stok obat malaria yang dikelola Dinkes di tahun 2023, cukup atau dengan kata lain tersedia.

“Kami di Dinkes mengelola obat malaria sesuai program nasional diperoleh langsung dari Kemenkes. Kebutuhan rata-rata pertahun khususnya di Mimika sebanyak 3 juta butir obat malaria, dan hingga saat ini kami masih memperolehnya,” kata Rey, kerap disapa kepada APN, Sabtu (27/2023) saat konferensi pers di Hotel Horison Diana Timika.

Ia mengatakan, sejak tahun 2022 sempat terjadi kekosongan obat malaria secara nasional, maka langkah diambil Dinkes Mimika adalah mendistribusikan obat malaria di fasilitas kesehatan (Faskes) milik pemerintah dan swasta, yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Namun saat obat malaria atau dikenal dengan obat biru sudah didistribusikan, Dinkes telah melakukan evaluasi kepada Faskes yang dikelola oleh TNI-Polri.

“Kita tahu bahwa, satuan tugas yang ada di Mimika juga menjadi atensi Pemda Mimika, karena pemerintah pusat melalui Kemenkes bekerjasama dengan TNI-Polri,” katanya.

Lanjut Rey, secara teknis kondisi malaria di Mimika sebenarnya menjadi latar belakang. Pertama adalah, ketersediaan obat malaria dihutung berdasarkan jumlah kasus.

Jumlah kasus pertahun proporsi atau persentasi malaria di Mimika adalah 36-40 persen sehingga, perencanaan berdasarkan variabel perhitungan Dinkes.

Baca Juga |  300 Personel Gabungan Disiagakan pada Malam Takbiran di Mimika

“Yang paling penting adalah ketepatan diagnosa. Karena jika kalau salah maka perencanaan juga akan meleset. Selain diagnosa, hal lain menjadi perhatian adalah ketepatan pemberian obat malaria, berdasarkan jenis parasit. Contoh, pemberian obat malaria kepada pasien Tropika jumlahnya berbeda dibandingkan dengan pasien Tersiana,” jelasanya.

Dijelaskan, hal lain juga penting dalam penanganan malaria adalah, melakukan edukasi kepatuhan oleh warga Mimika dalam mencegah terjadinya malaria.

“Jadi 70 persen kasus malaria di Mimika dipengaruhi oleh pasien yang tidak patuh. Ini salah satu faktor stok obat malaria cepat habis. Kasus ini dihitung berdasarkan hasil penelitian kurang dari 63 hari. Periode 63 hari ini kasus malaria terjadi lagi, lantaran pasien tidak patuh minum obat,” jelasnya.

Kata Kepala Dinkes Mimika bahwa, pihaknya terus melakukan upaya pengendalian malaria, seperti menjaga lingkungan serta menghindari gigitan nyamuk.

“Kami di Dinkes Mimika melihat variabel sebagai suatu perencanaan kebutuhan obat, distribusi, mencatat dan melapor,” katanya.

Lanjutnya, penyebab terjadinya malaria di Mimika antara lain lingkungan terdapat sarang nyamuk sangat banyak, dan kini menjadi beban ganda Dinkes yaitu malaria dan demam beradarah yang dalam dua pekan ini meningkat.

Baca Juga |  Amankan Kunjungan Wakil Presiden RI ke Papua, TNI-Polri Laksanakan Apel Gelar Pasukan

“Kami telah melakukan berbagai upaya seperti deteksi dini dan pengobatan sesuai prokes. Jadi seluruh Faskes wajib memberikan edukasi, terkait pengobatan malaria agar minum obat sampai tuntas.

Lanjutnya, kalau evaluasi Faskes milik pemeintah terus dilakukan, tetapi kalau Faskes swasta juga perlu melalukan evaluasi jenis parasit malaria dan pembiayaannya,” tuturnya.

Kata Rey, dalam beberapa bulan terakhir obat malaria di Intalasi Farmasi Kabupaten Mimika difokuskan di Puskesmas, rumah sakit dan di satuan TNI-Polri. Sementara di Faskes swasta, bisa melaksanakannya secara mandiri.

“Jadi pengadaan obat malaria mandiri di Faskes swasta itu dijual dengan harga Rp 18 ribu perbutir, dan kalau obat malaria program nasional tidak diperjual-belikan,” katanya.

Kontrol dan penjualan obat malaria kata Rey ini sangat penting, sehingga tidak disalahgunakan dan perlu mengggunakan resep dari dokter, dan hasil pemeriksaan malaria melalui laboratorium bukan tes cepat.

“Tes cepat pemeriksaan malaria itu hanya di wilayah terpencil yang tidak ada laboratorium dan tidak ada dokter. Kalau di kota Timika wajib gunakan mikroskop,” tutupnya.

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News