Antarpapua.com – Perusahaan keamanan siber Kaspersky mengimbau masyarakat dan organisasi untuk mewaspadai kemunculan Dark AI atau kecerdasan buatan gelap, yang kini menjadi dalang di balik berbagai serangan siber canggih.
Kaspersky mengungkapkan, Dark AI merupakan salah satu temuan utama mereka dalam riset terbaru. Teknologi ini digunakan penyerang untuk melancarkan ancaman digital di seluruh dunia, mulai dari serangan phishing sederhana hingga operasi spionase siber yang didukung negara.
“Sejak ChatGPT mendapatkan popularitas global pada 2023, kami melihat banyak adopsi AI yang bermanfaat, mulai dari pembuatan video hingga deteksi dan analisis ancaman teknis,” ujar Sergey Lozhkin, Kepala Tim Riset Analisis Global (GReAT) Kaspersky untuk META dan APAC, dalam keterangan tertulis, Selasa (5/8).
“Namun di sisi lain, pelaku kejahatan siber juga memanfaatkannya untuk meningkatkan kemampuan serangan mereka. Kita kini memasuki era di mana AI menjadi perisai, dan Dark AI adalah pedangnya,” lanjutnya.
Dark AI merujuk pada penggunaan model bahasa besar (large language model / LLM) — baik lokal maupun jarak jauh — yang beroperasi tanpa batasan keamanan, kepatuhan, atau tata kelola standar. Sistem ini kerap digunakan untuk tujuan berbahaya, seperti penipuan, manipulasi, serangan siber, dan penyalahgunaan data.
Salah satu contoh paling populer adalah Black Hat GPT, yang muncul sejak pertengahan 2023. Model ini sengaja dirancang atau dimodifikasi untuk menghasilkan kode berbahaya, menyusun email phishing yang persuasif, membuat deepfake suara dan video, hingga membantu operasi red team.
Beberapa varian yang diketahui antara lain WormGPT, DarkBard, FraudGPT, dan Xanthorox — semuanya diciptakan untuk mendukung penipuan dan otomatisasi kejahatan siber.
Selain kejahatan siber skala umum, Kaspersky mencatat tren mengkhawatirkan: aktor negara mulai memanfaatkan LLM dalam kampanye mereka.
OpenAI bahkan melaporkan telah menggagalkan lebih dari 20 operasi siber terselubung yang mencoba menyalahgunakan perangkat AI mereka. Pelaku menggunakan LLM untuk menciptakan persona palsu yang meyakinkan, merespons target secara real-time, serta memproduksi konten multibahasa yang dirancang untuk menipu korban dan menembus filter keamanan tradisional.
“AI tidak memiliki kemampuan bawaan untuk membedakan yang benar dan salah. Ia hanya mengikuti perintah. Bahkan dengan perlindungan yang ada, kami tahu APT adalah penyerang yang gigih,” tegas Lozhkin.
Kaspersky menegaskan, seiring semakin mudahnya akses dan meningkatnya kemampuan perangkat Dark AI, organisasi dan individu di Asia Pasifik harus memperkuat kebersihan keamanan siber (cyber hygiene).
Investasi dalam sistem deteksi ancaman yang juga didukung AI, serta peningkatan literasi terkait potensi penyalahgunaan teknologi ini, dinilai menjadi langkah penting untuk bertahan di era baru ancaman digital.
(CNNindonesia.com/Antarpapua.com)