Timika, Antarpapua.com – PT Freeport Indonesia (PTFI) menggandeng Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Papua telah melepasliarkan 1.900 hewan endemik asal Papua di wilayah Kabupaten Mimika.
Hewan tersebut adalah labi-labi atau biasa dikenal dengan kura-kura moncong babi. Kalau bahasa latinnya disebut carettochelys insculpta.
Pelepasliaran dilakukan di sungai dan hutan adat Kampung Nayaro, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Selasa (7/5/2024) kemarin.
Kepala Bidang Teknis Balai Besar KSDA Papua, Yulius Palita mengatakan, pelepasliaran labi-labi telah dilakukan sejak tahun 2006 oleh PTFI melalui divisi lingkungan pelestarian satwa.
“Kalau tahun 2024 kami baru melakukan pelepasliaran baru satu kali di mana tahun sebelumnya sebanyak dua kali dengan ribuan ekor labi-labi sitaan dari Padang, Kalimantan, Jawa Timur, dan Bali,” ujar Yulius Palita kepada Antarpapua.com.
Ia mengatakan, pelepasliaran 1.900 labi-labi ini diamankan pada bulan Januari 2024 hasil sitaan Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri dan kini telah disidangkan di Tanggerang.
“Pelepasliaran ini merupakan satu proses hukum yang harus penuhi oleh pihak kejaksaan ketika ada permintaan dari hakim dan dokumentasi pelepasliaran ini akan dikirim kesana,” katanya.
Lanjut Yulius Palita bahwa, pengawasan labi-labi dikirim ke luar Mimika pihaknya telah melakukan koordinasi dengan pihak-pihak tertentu.
“Kami sudah melakukan kegiatan pengamanan mulai dari Mimika, Mappi, Merauke, dan Asmat dibantu dengan Polri, Karantina, Pelindo agar membantu melindungi satwa ini dalam peredaran ilegalnya,” ucapnya.
Menurutnya, pentingnya melestarikan dan menjaga labi-labi di Papua ini sesuai aturan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar telah tercover dalam undang-undang KSDAE tahun 1990.
Turunan undang-undang tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7 tahun 1999 tentang perlindungan dan pengawetan, kemudian PP nomor 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan.
“Jadi terkait dengan satwa liar seperti labi-labi ini mengacu pada PP tersebut terkait perlindungan dan pemanfaatannya.”
“Karena kura-kura moncong babi ini merupakan satwa endemik di Papua penyebaran terbatas sehingga perlu di jaga agat tidak punah,” ujarnya.
Ia menyebut, keberadaan kura-kura moncong babi ini merupakan bio indikator bagi alam disekitar.
“Jadi sekitar satwa ini punah maka disitu ada tanda tanya apakah karena ulah manusia atau alam. Kalau secara alami maka disitu ada gangguan,” katanya.
Sebelumnya, Manager Environmental Central System and Project PT Freeport Indonesia, Pratita Puradyatmika menyatakan, PTFI telah menjalin kerja sama
dengan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Papua untuk relokasi dan pelepasliaran satwa sejak tahun 2006.
Selama hampir dua dekade tetap terus berkomitmen untuk berkontribusi dalam pelestarian kekayaan hayati endemik
Papua.
Hingga kini, PTFI telah mendukung pelepasliaran lebih dari 55.000 satwa dilindungi, endemik, dan terancam kembali ke habitat alaminya,” katanya.
Lanjutnya, tidak hanya kura-kura moncong babi, tetapi juga jenis-jenis satwa Papua lainnya, termasuk berbagai jenis burung, kanguru tanah, seperti walabi dan pademelon, juga jenis-jenis reptil.
“Semuanya telah mendapatkan dukungan dari PTFI dalam program pelepasliaran,” jelas Pratita. (Acel)