Timika, APN-Kejaksaan Negeri Mimika masih terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi aset tanah Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika di area Pelabuhan Pomako.
Kasus pelabuhan Pomako menjadi perhatian Kejari Mimika karena dugaan adanya tindak pidana korupsi. Sebab pada 23 Oktober 2000, Pemda Mimika telah membentuk panitia pengadaan tanah dan membebaskan lahan seluas 5 juta meter persegi atau 500 hektar.
Kepala Kejari Mimika, Sutrisno Margi Utomo dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, 3 saksi yang diperiksa diantaranya inisial JWA selaku mantan Kepala Seksi Pendaftaran Kantor Badan Pertanahan Kota Timika Tahun 2006-2013 yang bertugas memeriksa kelengkapan berkas dan memproses permohonan ketika sudah mendapatkan hasil dari bagian pengukuran.
Setelah itu inisial AVD selaku Staf Petugas Ukur di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mimika Tahun 2012-2016 yang bertugas melakukan pengukuran terhadap bidang tanah yang didaftarkan di Badan Pertanahan Negara (BPN).
Kemudian inisial PTW, Mantan Kasubsi pendaftaran hak atas tanah di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Mimika Tahun 2010-2014 yang bertugas mendaftarkan dan pembuatan sertifikat tanah setelah dilakukan pengukuran.
“Pemeriksaan dilakukan untuk menemukan alat bukti dalam perkara dugaan Tipikor aset tanah Pemda Mimika di area pelabuhan Pomako sejak Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2022,” kata Kajari Mimika, Selasa (16/8/2022), malam.
Diakuinya, para saksi dipanggil dan diperiksa dengan koperatif pada Selasa, 16 Agustus 2022 dimulai dari pukul 13.00 WIT hingga malam.
“Tidak hanya mereka, tapi semua yang terlibat menerbitkan sertifikat areal pelabuhan Pomako akan kita panggil,” tegas Sutrisno Margi Utomo.
Diketahui, kawasan lahan masih berstatus hutan lindung. Namun demi kepentingan pembangunan, maka Pemda Mimika mengusulkan penurunan kawasan menjadi area penggunaan lain (APL).
Pemda Mimika bahkan sudah mengeluarkan anggaran total Rp6.775.130.000 untuk pembebasan lahan kepada masyarakat Giripau sejak Tahun 2000 hingga 2008.
Pengeluaran anggaran tercatat tapi hingga saat ini belum disertifikatkan. Inilah yang sedang difokuskan Kejari Mimika untuk mengetahui apakah ada kelalaian atau kesengajaan dari pihak yang berwenang.
Oleh sebab itu, terhambatnya proses sertifikasi ini menyebabkan pembangunan pelabuhan menjadi terhambat. Padahal Kementerian Perhubungan telah mengalokasikan anggaran tapi kemudian tidak terserap karena terkendala persoalan lahan.