Jakarta, APN – Kinerja industri asuransi jiwa membukukan laba bersih Rp 4,84 triliun per Mei 2022, tumbuh 538,65% secara tahunan atau year on year (yoy). Perolehan ini didukung pertumbuhan dua kali lipat dari hasil investasi, total beban klaim dan manfaat yang menurun, di samping pendapatan premi relatif masih melambat.
Mengacu statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Mei 2022, pendapatan premi asuransi jiwa susut sebesar 4,10% (yoy) menjadi Rp 69,94 triliun. Perlambatan produksi premi ini sudah terjadi sejak awal tahun ini.
Seperti yang dilansir Beritasatu.com, Ketua Bidang Aktuaria dan Manajemen Risiko Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Fauzi Arfan memperkirakan kanal bancassurance dan keagenan atau agency menjadi faktornya. Dua kanal distribusi terbesar asuransi jiwa itu belum mampu mendongkrak perolehan produksi premi.
Adapun data AAJI pada kuartal I-2022, kanal bancassurance yang berkontribusi sebesar 44,6% tercatat menurun 28,2%. Sedangkan kanal distribusi keagenan yang menyumbang 29,9% premi masih terkontraksi 9,4%. Sementara, kanal distribusi alternatif yang berkontribusi 25,5% dan tumbuh tercatat tumbuh 25,5% belum mampu menambal penurunan total premi.
“Tapi ada beberapa perusahaan yang preminya punya kecenderungan naik, tidak semua menurun. Mungkin unit link juga tidak sebaik sebelumnya atau memang yang lalu pencapaiannya terlalu baik,” ungkap Fauzi.
Fauzi mengatakan, jika pun terjadi perlambatan pada unit link, hal ini bukan karena pengaruh dari POJK PAYDI terbaru. Lantaran banyak mandat material yang diberlakukan mulai tahun depan, seperti fitur produk, biaya akuisisi, dan lainnya. Perlambatan dirasa lebih pada pertimbangan nasabah yang menahan diri karena memandang kondisi yang belum pasti, termasuk di pasar saham.
“Secara umum seharusnya belum punya dampak terhadap penurunan. Karena fitur produk belum berubah, yang berubah itu treatment-nya, misal waiting period dan lainnya. Kalau ketentuan biaya akuisisi diwajibkan untuk turun, akibatnya komisi juga turun, itu baru bisa berdampak pada kelesuan penjualan, tapi tidak berlaku tahun ini,” ungkap Fauzi.
Di sisi lain, Fauzi mengatakan, bisa jadi periode anak masuk sekolah menjadi faktor lain nasabah menahan diri masuk ke unit link dan memilih untuk memegang uang tunai. Hal ini tercermin dari klaim penebusan unit (surrender) yang meningkat 14,85% (yoy) menjadi Rp 36,01 triliun.
“Jadi penebusan unit yang jadi bagian dari partial withdrawal ini, nasabah punya kesempatan untuk bisa ambil sebagian. Masa perlu itu adalah masa anak sekolah mulai masuk, lebaran, dan akhir tahun, tapi ini normal,” kata dia.
Fauzi menjelaskan, banyaknya klaim penebusan unit bagi perusahaan asuransi jiwa memiliki dua sisi. Pertama, perusahaan asuransi dapat melepas risiko yang ditanggung, sekaligus melepas pencadangan. Hal ini juga secara tidak langsung terjadi penurunan pencadangan premi yang dapat dicatatkan sebagai pendapatan tidak langsung asuransi jiwa sebesar Rp 2,18 triliun per Mei 2022.
Oleh karena itu, jumlah beban klaim dan manfaat menurun 5,40% (yoy) menjadi Rp 58,89 triliun pada Mei 2022. Meskipun perusahaan asuransi juga mencatat klaim dibayar naik 13,03% (yoy) menjadi Rp 27,18 triliun.
“Tapi kalau klaim penebusan unit ini banyak terjadi, maka dalam jangka panjang profit perusahaan asuransi jiwa ini akan berdampak, imbas dari asset under management atau AUM yang semakin turun. Karena profit perusahaan asuransi itu salah satunya di dapat dari management fee dari total nilai AUM,” jelas Fauzi.
Hasil Investasi
Meski begitu, pada Mei 2022 perusahaan asuransi jiwa membukukan hasil investasi mencapai Rp 12,36 triliun, meningkat 99,40% (yoy) dibandingkan Mei 2021 sebesar Rp 6,20 triliun. Perolehan ini menjadi pencapaian positif, karena sebelumnya pada Mei 2020 hasil investasi sempat tercatat negatif hingga Rp 37,71 triliun.
Dalam portofolionya, perusahaan asuransi jiwa utamanya mencatat peningkatan dari instrumen SBN sebesar 35% (yoy) menjadi Rp 116,50 triliun. Obligasi korporasi pun demikian, meningkat sebesar 15,59% (yoy) menjadi Rp 30,08 triliun.
Selain itu, instrumen saham tercatat naik 5,52% (yoy) menjadi Rp 143,63 triliun. Hal ini tidak terlepas dari posisi indeks harga saham gabungan (IHSG) pada akhir Mei 2022 yang tembus 7.148,97 meningkat dibandingkan Mei 2021 di posisi 5.947,46.
Kendati imbal hasil dinilai relatif rendah, penempatan di deposito berjangka dari asuransi jiwa tetap tercatat meningkat 24,26% (yoy) menjadi Rp 37,96 triliun pada Mei 2022. Sementara penempatan investasi reksa dana cenderung menurun 11,74%% (yoy) menjadi Rp 148,31 triliun.
Dengan demikian, total investasi asuransi jiwa tumbuh 7,63% (yoy), tembus Rp 526,36 triliun pada Mei 2022 atau naik dibandingkan Rp 489,02 triliun pada Mei 2021. Total aset pun demikian, meningkat 8,00% (yoy) menjadi Rp 596,00 triliun pada Mei 2022, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 551,82 triliun. (