KPK: Eltinus Omaleng Berkeinginan Membangun Gereja Kingmi Sebelum Jadi Bupati

Antar Papua
Ketua KPK Firli Bahuri pada jumpa pers kasus korupsi Gereja Kingmi Mile 32 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/9/2022). (Foto: Tangkapan Layar Youtube KPK)

Jakarta, APN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan konstruksi perkara pada kasus Korupsi Gereja Kingmi Mile 32 pada jumpa pers yang digelar KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/9/2022).

Ketua KPK Firli Bahuri pada konfrensi pers tersebut mengatakan, Bupati Mimika Eltinus Omaleng (EO) ditetapkan menjadi tersangka bersama Kapala Bagian Kesra Setda Mimika, Martin Sawi (MS), dan Direktur PT Waringin Megah, Teguh Anggara (TA). Mereka disangka secara bersama melakukan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32.

Pada konfrensi pers itu, Firli mengungkapkan, EO berniat membangun gereja Kingmi sejak sebelum menjadi Bupati Mimika. Tepatnya pada tahun 2013, saat EO masih menjabat Komisaris PT Nemang Kawi Jaya (PT NKJ).

Setelah terpilih menjadi Bupati Mimika pada 2014, EO berusaha mewujudkan keinginannya. Kemudian dia memasukkan proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke dalam anggaran Pemkab Mimika tahun 2014 dengan anggaran sebesar Rp 65 miliar.

Baca Juga |  Ketua DPRD Apresiasi Toleransi Antar Umat Beragama di Timika

Kemudian pada tahun 2015, Eltinus menawarkan proyek gereja Kingmi pada TA dengan kesepakatan fee 10 persen dari nilai proyek. Fee dibagi 7 persen untuk EO dan 3 persen untuk TA. Pada tahun 2015 pembangunan gereja dianggarkan sebesar Rp 46 Miliar.

Firli mengatakan, EO merekayasa agar proyek tersebut dimenangkan oleh PT Waringin Megah. Eltinus mengangkat MS sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) padahal Martin belum mempunyai kompetensi.

“EO memerintahkan MS memenangkan TA meski lelang belum diumumkan. Setelah lelang dikondisikan, MS dan TA melaksanakan pembangunan gereja dengan nilai kontrak Rp 46 M,” kata Firli.

Setelah menang, PT Waringin Megah tidak mengerjakan proyek itu. TA diduga menunjuk sub kontraktor atau perusahaan lainnya untuk mengerjakan proyek itu. Selanjutnya, perusahaan-perusahaan subkontraktor itu membangun gereja menggunakan alat-alat yang sudah disiapkan oleh PT NKJ.

Baca Juga |  Apel Siaga TNI-POLRI Perketat Penjagaan Gereja Jelang PASKAH

Modus itu disebut melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Firli mengatakan, pada prosesnya, akhirnya pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak, termasuk adanya kurang volume pekerjaan dan molornya waktu pekerjaan bahkan pembangunan tidak selesai. Padahal pembayaran sudah dibayarkan seluruhnya.

“Akibat perbuatan para tersangka, telah menimbulkan kerugian keuangan negara Rp 21,6 M dari nilai kontrak Rp 46 M. Dari jumlah itu, EO diduga mengantongi Rp 4,4 M,” jelasnya.

Belajar dari kasus dugaan korupsi tersebut, Firli berharap kepala daerah dapat bekerja secara profesional dan tidak terlibat dalam praktek korupsi, termasuk pengadaan barang jasa pemerintah.

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News