Jakarta, APN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani dan tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru jalur mandiri. Terkait kasus ini, KPK menilai penerimaan calon mahasiswa baru jalur mandiri berpotensi menjadi celah korupsi karena kurangnya transparansi.
“KPK telah melakukan kajian dan menilai bahwa penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri kurang terukur, kurang transparan, dan kurang berkepastian,” ungkap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (21/8/2022).
Ghufron memaklumi, penerimaan jalur mandiri sebetulnya merupakan bentuk afirmasi bagi calon mahasiswa baru yang memiliki kebutuhan khusus. Dia mencontohkannya seperti calon mahasiswa yang berada di daerah tertinggal, kondisi ekonomi tidak mampu, dan lainnya. Diakuinya, hal itu merupakan tujuan yang positif.
“Namun, karena jalur mandiri ini ukurannya sangat lokal, tidak transparan, dan tidak terukur, maka kemudian menjadi tidak akuntabel, karena tidak akuntabel maka kemudian menjadi celah tindak pidana korupsi,” tutur Ghufron.
Oleh sebab itu, Ghufron menekankan pentingnya perbaikan pada proses penerimaan mahasiswa baru di kampus-kampus. Dia menghendaki agar baiknya proses tersebut bisa lebih terukur, akuntabel, dan partisipatif, sehingga publik dapat ikut andil melakukan pengawasan.
“Itu yang kami harapkan dan mudah-mudahan kejadian di dunia pendidikan tinggi ini menjadi terakhir, kami tak berharap untuk adanya tindak pidana korupsi lebih lanjut di dunia pendidikan tinggi,” ucap Ghufron.
Sebagai informasi, KPK menetapkan empat tersangka yakni Rektor Unila, Karomani; Wakil Rektor I bidang Akademik Unila, Heryandi; Ketua Senat Unila, Muhammad Basri; serta swasta, Andi Desfiandi. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Unila.
Tersangka penerima suap yakni Karomani, Heryandi, dan Basri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan tersangka pemberi suap yakni Desfiandi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.