Timika, Antarpapua.com – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Mimika, membutuhkan rumah aman, untuk menampung dan sekaligus untuk melakukan pendampingan bagi korban-korban yang mengalami kekerasan seksual atau korban trafficking, karena selama ini ditampung di Polres Mimika.
Hal tersebut terungkap pada kunjungan kerja (Kunker) Komisi C DPRD Mimika dalam rangka memonitoring capaian serapan dan realisasi anggaran pada DP3AP2KB Mimika, Papua Tengah, Rabu (13/09/2023).
Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Mimika, sampai saat ini belum memiliki rumah aman.
Akibatnya, mereka harus mengontrak salah satu rumah dan terpaksa korban-korban kekerasan ini dititipkan di Polres Mimika.
Rombongan Komisi C yang dipimpin Ketua, Alousius Paerong, ST didampingi oleh sejumlah anggota dewan di antaranya, Aser Murib, Miller Kogoya, Yulian Salossa dan Ancelina Beanal, diterima oleh Kepala DP3AP2KB Mimika, Hermalina W. Imbiri bersama sejumlah Kabid, Kepala Seksi dan staf.
K Hermalina Imbiri mengatakan, bahwa pagu anggaran untuk menjalankan program di tahun 2023 sebesar Rp 25 miliar dengan 17 kegiatan senilai Rp 15 miliar, dan untuk program dan untuk belanja rutin Rp 10 miliar.
“Dan sampai dengan September saat ini realisasi fisik mencapai 68 persen, dengan realisasi keuangan 41 persen,” ungkapnya.
Selain itu, Hermalina W Imbiri mengatakan sepanjang tahun 2023, terhitung Januari-Agustus telah ada 46 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan terbanyak adalah kasus kekerasan seksual.
“Kasus yang kami beri pendampingan, hampir 90 persen kekerasan seksual yang dihadapi oleh anak, rata-rata, dilakukan oleh orang terdekat,” ucap Hermalina.
Hal tersebut bisa saja terjadi, bila anak kurang mengetahui cara melindungi diri, dan langkah yang perlu diambil, bila mengalami kekerasan.
“Ini yang selalu kita sosialisasikan, agar anak harus paham, anggota tubuh mana saja yang tidak boleh disentuh oleh orang lain. Ini adalah langkah untuk mencegah terjadinya kasus pelecehan seksual pada anak,”ucapnya.
Dengan demikian DP3AP2KB, terus melakukan penyuluhan di setiap sekolah.
“Kami sudah lakukan sosialisasi di sekolah-sekolah, memang kami ada backup program dengan sosialisasi keliling , tetapi kendalanya di peralatan yang kurang,“ tuturnya.
Sementara itu, Aloisius Paerong, Ketua Komisi C DPRD Mimika sangat menyayangkan, bila P2TP2A belum memiliki rumah aman, padahal anggaran APBD Mimika sangat besar
“Masa masih sewa rumah aman, padahal kita lihat saja, banyak OPD yang berlomba untuk bangun kantor yang mewah. Padahal rumah aman ini sangat penting sekali,“ ucap Lois
Dengan demikian kata Lois, jika hanya membangun rumah aman, maka sebaiknya itu didorong dalam Pokir dewan.
“Anggarannya itu tidak besar, kalau memang perlu didorong di pokir ya kita dorong saja. Tetapi bila tidak kita kawal anggarannya,” paparnya.
Dijelaskan Alousius, bahwa ini merupakan kunjungan pertama Komisi C dan mengetahui bahwa dana yang dikelola oleh DP3AP2KB Mimika mencapai Rp 25 miliar, namun belum begitu menyentuh masyarakat langsung.
“Sebelum mengusulkan berbagai program harusnya terlebih dahulu melakukan identifikasi persoalan, sehingga apa yang diusulkan nanti benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Bukan hanya habis untuk membiayai operasional kantor. Sebab dari tahun ke tahun kondisi anak-anak di Mimika seperti itu saja,” katanya.
Anggota Komisi C lainnya, Yulian Salossa mengatakan, bahwa kedatangnnya di DP3AP2KB Mimika, ingin memastikan serapan anggaran dan sejauh mana realisasi yang telah dicapai.
“Seperti kita ketahui pembahasan APBD Perubahan 2023 bersama TAPD Mimika, terpaksa batal dilaksanakan karena hampir seluruh OPD realisasi atau serapana anggarannya masih rendah. Nah dengan kunker ke sini, kita ingin mengetahui capai dari DP3AP2KB Mimika saat ini,” ungkap Yulian.
Sedangkan anggota Komisi C dari Fraksi Demokrat, Ancelina Beanal meminta agar alasan minimnya anggaran, sehingga tidak melakukan sosialisasi ke pegunungan bukan menjadi dasar. Harusnya pelayanan merata dari kota, pesisir maupun pegunungan.
“Kalau tidak ada anggaran soal menyewa transportasi ke pegunungan untuk sosialisasi, harusnya dapat diusulkan oleh DP3AP2KB Mimika. Karena pemahaman masyarakat di pedalaman yang masih rendah, sehingga tidak ada alasan untuk menyentuh hingga ke pegunungan. Kalau bisa ajak anggota dewan dari dapil pegunungan, sehingga turun sama-sama untuk melakukan sosialisasi,” pinta Ancelina.
Hal yang sama dikatakan anggota Komisi C Miller Kogoya, bahwa penyuluhan atau sosialisasi tentang program KB, proteksi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga jangan hanya di kota saja, tapi harus sampai ke distrik-distrik yang terpencil.
“Sosialisasi itu harus mencakup semua wilayah, jangan hanya di kota saja atau pesisir. Masyarakat di pegunungan juga membutuhkan pendampingan, dan mendapatkan sosialisasi tentang berbagai hal menyangkut KB dan lain sebagainya,” harapnya. (*)