LBH Papua: Hentikan PSN yang Merusak Hutan dan Memecah Komunitas Adat

Antar Papua
Masyarakat adat Moi di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya melakukan aksi demo penolakan PSN kelapa sawit. (Foto: Istimewa)

Jayapura, Antarpapua.com – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua di Kota Jayapura, Provinsi Papua Festus Ngoranmele mengecam proyek strategis nasional (PSN) kelapa sawit yang direncanakan PT Fajar Surya Persada Group di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya sebagai pemicu deforestasi dan pemecah komunitas adat Moi.

Ia menegaskan bahwa pembangunan yang mengorbankan hak ulayat masyarakat adat adalah bentuk kekerasan struktural.

“Proyek ini bukan hanya menebang pohon, tetapi juga memutus relasi sosial dan budaya masyarakat adat dengan alam,” kata Festus melalui rilisnya.

Ia mencontohkan bagaimana perusahaan-perusahaan sawit yang sudah beroperasi kerap mengabaikan hukum adat dan tidak mengikuti mekanisme pengambilan keputusan berbasis musyawarah adat.

“Dampaknya bukan cuma kerusakan lingkungan, tapi juga konflik internal masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga |  Polda Papua Turunkan 685 Personel Amankan Kampanye Calon Wakil Presiden di Jayapura

LBH Papua menyebut proses pembangunan PSN yang tidak transparan dan tidak partisipatif sebagai pelanggaran prinsip FPIC.

“Masyarakat Moi tidak pernah menyetujui proyek ini. Ini pelanggaran hak,” ujar Festus.

Festus menegaskan bahwa pemerintah seharusnya berpihak kepada masyarakat adat dalam setiap perencanaan pembangunan. Ia menilai Otonomi Khusus yang berlaku sejak 2001 tidak memberikan perlindungan nyata terhadap hak hidup orang Papua.

“Yang terjadi justru sebaliknya. Negara hadir untuk melayani kepentingan investor, bukan rakyat,” katanya.

Ia juga menyoroti kebijakan nasional seperti UU Cipta Kerja dan UU Minerba sebagai produk hukum yang mengancam eksistensi masyarakat adat.

LBH Papua menyerukan penghentian proyek PSN kelapa sawit dan meminta Pemprov Papua Barat Daya untuk tidak mengeluarkan izin apapun terhadap proyek yang mengancam wilayah adat.

Baca Juga |  Seleksi Sespimen Polri 2024, Sebelas Pamen Polda Papua Jalani Tes Kesamaptaan

“Negara harus memilih investasi atau kehidupan masyarakat adat,” ujar Festus.

Festus menekankan bahwa perlindungan hutan Papua harus dimulai dari pengakuan wilayah adat secara hukum.

“Kalau hutan hilang, bukan hanya kami yang rugi, tapi dunia juga,” katanya.

Penolakan terhadap proyek sawit PSN menjadi bagian dari upaya kolektif masyarakat adat Papua mempertahankan identitas, tanah, dan masa depan generasi berikutnya dari ancaman pemusnahan struktural. (Redaksi)

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News