Loka POM Timika, Banyak Barang Rusak, Kedaluwarsa dan Tanpa Ijin Edar

Antar Papua
Advertisements
Advertisements
Advertisements
Advertisements

Timika, APN – Kantor perwakilan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM), Loka POM Kabupaten Mimika telah melakukan kegiatan intensifikasi makanan sejak bulan Desember 2021.

Hasilnya dari total 41 sarana ritel, distributor dan importir 25 memenuhi ketentuan sarana dan 16 tidak memenuhi ketentuan.

Sarana yang tidak memenuhi persyaratan terdiri dari 5 sarana ditemukan menjual produk pangan olahan rusak, 7 sarana ditemukan pangan olahan kedaluwarsa dan 3 sarana ditemukan tanpa izin edar.

Produk yang ditemukan total 54 item terdiri dari rusak sebanyak 9 item, kadaluwarsa sebanyak 24 item dan tanpa ijin edar sebanyak 21 item.

Jumlah total barang masing masing Item adalah 5.730 yang terdiri dari rusak sebanyak 157, kadaluwarsa sebanyak 398, 5.175 tanpa ijin edar.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Kantor Loka POM Timika Lukas Dosonugroho dalam jumpa pers yang dilaksanakan pada tanggal 24 Desember 2021 lalu.

Jumpa pers tersebut juga diikuti oleh seluruh Kantor Loka POM yang ada di Indonesia yang di pimpin oleh Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito.

Penny dalam penyampaiannya, Badan POM melalui 73 Unit Pelaksana Teknis (UPT) di seluruh Indonesia melakukan intensifikasi pengawasan pangan secara serentak ke sarana peredaran online seperti gudang e-commerce maupun sarana peredaran konvensional seperti importir, distributor, dan ritel melalui pengawasan mandiri maupun pengawasan terpadu dengan lintas sektor di daerah.

Baca Juga |  PTFI Serahkan Sertifikat Program Apprentice Kepada 18 Lulusan

Jelang perayaan Natal dan Tahun Baru, setiap tahunnya terjadi peningkatan belanja masyarakat, terutama produk pangan olahan (makanan dan minuman).

“Sebagai upaya memberikan keamanan dan ketenangan bagi masyarakat dalam berbelanja pangan olahan secara online, tahun ini intensifikasi pengawasan diperluas pada sarana gudang e-commerce, di samping pelaksanaan cyber patrol,” katanya.

Perluasan target sarana ini menyesuaikan pergeseran tren belanja masyarakat dari konvensional atau langsung menjadi serba online, dengan target pengawasan pangan Tanpa Izin Edar (TIE) atau ilegal, pangan kedaluwarsa, dan pangan rusak.

Hasil intensifikasi pengawasan pangan olahan dari awal sampai minggu ketiga Desember 2021 meliputi pengawasan pada 1.975 sarana peredaran pangan olahan yaitu pada 49 importir, 406 distributor, 1.511 ritel, dan 9 gudang e-commerce.

Berdasarkan jumlah tersebut sarana peredaran pangan yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) sebanyak 631 (32%) sarana peredaran, yang terdiri dari 0,3% importir, 1,7% distributor, dan 30% ritel yang mencakup ritel modern dan tradisional. Terjadi penurunan sebesar 5,2% proporsi temuan sarana peredaran TMK pada tahun 2021 dibandingkan tahun 2020 (37,2 % pada tahun 2020 dan 32 % pada tahun 2021).

Pada periode ini juga ditemukan sebanyak 41.306 pcs produk yang Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK), dengan nilai keekonomian sebesar Rp.867.426.000,-.

Temuan produk didominasi oleh pangan kedaluwarsa (53%), dan diikuti oleh temuan produk Tanpa Izin Edar/TIE (31,3%) serta produk rusak (15,7%).

Jumlah temuan produk TMK dari tahun 2020 ke tahun 2021 secara signifikan mengalami penurunan. Penurunan temuan TMK tersebut mengindikasikan adanya peningkatan kepatuhan dan pemahaman pelaku usaha di bidang distribusi/peredaran pangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu kata Penny, program jemput bola registrasi dan pendampingan/pembinaan yang masif yang dilakukan secara berkala sepanjang tahun 2021 ini telah meningkatkan antusiasme pelaku usaha untuk memproses registrasi produk dan sertifikasi sarananya. Diharapkan melalui kegiatan tersebut semakin banyak produk yang memiliki izin edar dan jumlah sarana peredaran yang menerapkan Cara Peredaran Pangan Olahan yang Baik (CPerPOB) meningkat.

Baca Juga |  Program FGP PTFI Capai Lebih dari 100 Pendaftar

Produk kedaluwarsa merupakan temuan tertinggi baik di importir, distributor maupun ritel. Produk TIE yang merupakan temuan di sarana peredaran konvensional maupun hasil pengawasan cyber patrol menurun sebesar 4,3% dibandingkan dengan tahun 2020. Sepanjang bulan November s.d Desember 2021 juga ditemukan 3.393 link penjualan pangan olahan TIE.

“Temuan terbanyak adalah pangan kedaluwarsa, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya masih berada di wilayah timur Indonesia dan/atau lokasi terpencil. Tidak dapat dipungkiri, tantangan pengawasan pangan olahan di wilayah Indonesia yang sangat luas sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis,” katanya.

Kepala Badan POM juga menyampaikan dibandingkan dengan data intensifikasi pengawasan pangan olahan tahun 2020 periode yang sama, hasil temuan produk TMK tahun 2021 hanya sebesar 49% dari temuan tahun lalu dan Penny memastikan bahwa tidak ada perbedaan perlakuan antara sarana peredaran konvensional maupun sarana peredaran online.

“Terhadap temuan produk TMK, telah dilakukan pengamanan setempat dan pemusnahan oleh pelaku usaha yang disaksikan oleh petugas pengawas dari Badan POM. Terhadap sarana peredaran yang menjual produk TMK tersebut diberikan pembinaan. Namun, untuk sarana yang berulang melakukan pelanggaran maka dikenakan sanksi sesuai peraturan,” ungkapnya.

Sementara untuk temuan hasil cyber patrol, Badan POM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dan idEA selaku asosiasi marketplaces untuk segera dilakukan pemblokiran utasan (link) penjualan produk TIE.

Selama peringatan Natal 2021 dan Tahun Baru 2022, Badan POM berkomitmen untuk senantiasa mengawal keamanan pangan dan melindungi kesehatan masyarakat, meski dalam masa darurat pandemi COVID-19.

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News