Timika, Antarpapua.com – Kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Mimika dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dari angka kasus, berdasarkan data Seksi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KP) Kabupaten Mimika.
Hingga Agustus 2023, angka kasus kekerasan terhadap anak di Kabupaten Mimika mencapai 28 kasus dimana 14 kasus diantaranya, merupakan kasus kekerasan seksual. Sedangkan, di tahun 2022, total kasus yang ditangani P2TP2A sebanyak 41 kasus, dengan 31 kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Kemudian, kasus serupa juga turut menyeret seorang guru salah satu SMA swasta di Timika, sebagai pelaku tindak kekerasan terhadap anak muridnya. Pelaku akhirnya diringkus polisi pada Minggu, 27 Agustus 2023 (kemarin).
Kepala Seksi P2TP2A, Nichi Lamusa bersama tim-nya saat ditemui Antarpapua.com di Sekretariat P2TP2A, Senin (28/08/2023) menjelaskan, untuk kasus tersebut sampai saat ini belum dilaporkan kepada pihak P2TP2A untuk proses pendampingan.
Namun, pihaknya akan menunggu serta siap untuk memberikan pendampingan kepada korban kekerasan seksual tersebut.
Di P2TP2A, ada tiga jenis kategori pendampingan yakni pendampingan hukum, psikologi dan kesehatan. Tiga kategori ini dilakukan dengan menggandeng pihak-pihak terkait untuk memberikan pendampingan.
Selanjutnya, langkah pencegahan dini yang diambil oleh P2TP2A dari DP3AP2KP Kabupaten Mimika, adalah melakukan sosialisasi-sosialisasi yang menyasar pada sekolah-sekolah secara berjenjang. Bahkan, juga dilakukan di luar lingkungan sekolah.
“Sering (kita lakukan sosialisasi) tapi bukan di satu sekolah saja, banyak (sekolah). Kemarin yang waktu hari anak itu untuk anak-anak yang di luar lingkungan sekolah juga,” kata Nichi.
Nichi berpesan kepada para orang tua secara umum, agar dapat memberikan pengertian serta informasi sedini mungkin tentang cara menjaga diri kepada anak-anaknya.
Informasi yang harusnya disampaikan sedini mungkin kepada anak, diantaranya seperti bagian-bagian tubuh yang dapat disentuh dan bagian-bagian tubuh (intim) yang tidak dapat disentuh.
“Kan harus disampaikan informasi awal kepada anak bahwa yang bisa disentuh orang lain, hanya tangan dan kaki. Dan yang tidak bisa disentuh adalah bagian yang tertutup. (Orang tua) jangan menganggap tabu untuk memberikan pendidikan seksual sedini mungkin kepada anak,” kata Nichi.
Selain itu, pendekatan rohani juga dinyatakan penting untuk dilakukan. Tien Wabes, yang juga merupakan seorang pegawai P2TP2A menjelaskan, dengan pendekatan rohani, anak akan dapat menjaga diri sebaik mungkin.
Kata Tien, pendekatan rohani juga patut dilakukan oleh para orang tua, untuk mendidik anak-anaknya agar takut akan tuhan. Hal ini dicatur efektif terutama dalam pergaulan seorang anak.
Tien menambahkan, pengawasan di lingkungan sekolah maupun di rumah sangat penting, untuk dilakukan oleh para orang tua.
“Awasi anak-anak pada saat-saat ini kekerasan seksual itu sangat tinggi jadi harus didik mereka. Orang tua harus disiplin dalam mendidik anak-anak mereka, terutama takut akan tuhan,” pungkas Tien.