Timika, antarpapuanews.com – Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) Odizeus Beanal, B.Sc menegaskan kepada masyarakat Amungme dan Kamoro untuk lebih cermat dan waspada dalam keterlibatan pembahasan issue Amdal yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia.
Sebab belajar dari sejarah masuknya Freeport ke Timika yang mana perusahaan asal Amerika tersebut awalnya tidak menghiraukan soal dampak negatif pembuangan limbah B3 hasil pemurnian emas ke sungai Wanagon terhadap masyarakat dan lingkungan. Akibatnya banyak flora dan fauna yang hilang termasuk banyak lahan perkebunan/pertanian dirubah alih fungsinya untuk membangun kawasan industri, ujarnya.
Belajar dari sejarah itu maka masyarakat Amungme dan Kamoro harus sadar bahwa kami merupakan korban permanen atau selamanya, sehingga harus berhati-hati.
Selama 40 tahun Kontrak Karya (KK) di tandatangani antara pemerintah dan PTFI tanpa melibatkan masyarakat adat suku Amungme dan Kamoro selaku pemilik hak ulayat.
Beberapa waktu lalu PT.FI membentuk kelompok-kelompok masyarakat adat dan juga perwakilan pemerintah seperti kepala kampung untuk membahas soal Amdal.
Hal itu merupakan pertama kali semenjak Freeport menginjak kaki di tanah Amungsa/Mimika 40 tahun yang lalu. Selama itu Freeport tidak pernah mengakui adanya masyarakat adat suku Amungme dan Kamoro sebagai pemilik hak ulayat Amungsa/Mimika,” kata Odizeus melalui rilis.
Harapan Lemasa, masyarakat harus paham jika tujuan pembahasan Amdal menjadi salah satu syarat untuk pengambilan keputusan untuk suatu ijin usaha, maka perlu adanya transparansi soal Amdal sehingga nantinya dapat diimplementasikan secara maksimal dimana masayarakat Amungme dan Kamoro dapat terlibat langsung dalam pengawasan lingkungan hidup, juga terlibat langsung dalam pengelolahan lingkungan hidup sehingga implementasinya nanti sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan, dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (PerMenLH) No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Amdal bermanfaat untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan agar layak dan ramah lingkungan. Dengan amdal, suatu rencana usaha atau kegiatan pembangunan diharapkan dapat meminimalisir kemungkinan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, dan mengembangkan dampak positif, sehingga sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara baik dan berkelanjutan (sustainable).
Manfaat amdal dibagi dalam beberapa jenis yaitu, mengetahui sejak awal dampak terjadinya dari suatu kegiatan.
Melaksanakan dan juga menjalankan kontrol, terlibat pada suatu proses pengambilan keputusan, dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya, mengetahui perubahan lingkungan dimasa sesudah proyek berjalan, dan mengetahui hak dan kewajiban di dalam hubungan dengan proyek.
Masyarakat Amungme dan Kamoro yang terlibat dalam pembahasan amdal juga harus paham tujuan dari amdal yang merupakan suatu penjagaan dalam rencana usaha atau juga kegiatan agar tidak memberikan suatu dampak buruk bagi lingkungan sekitar dan masyarakat.
Pemerintah dan PT.FI akan memperpanjang IUPK mulai tahun 2021- 2041 maka peran Masyarakat Adat Amungme & Kamoro harus jelas didalam kesepakatan tersebut. Jika tidak kami akan menjadi penonton setia dan menjadi korban permanen karena kami hanya menyaksikan eksploitasi besar-besaran yang dilakukan Freeport di Amungsa/Mimika diatas tanah leluhur kami namun kami tidak bisa bersatu untuk menuntut hak kami karena kami di jajah dengan politik perpecahan dan adu domba “devide et impera” devide and coquer” yang telah diterapkan selama ini oleh para oknum” di perusahan dan pemerintah.
“Selaku pemilik hak ulayat kita harus paham tujuan pembahasan amdal, jangan hanya datang dan ikuti tetapi tidak paham,” ungkapnya. (mrc)