Timika, Antarpapua.com – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Dolfin Beanal,menyoroti secara keras pengeloloan wisata Puncak Cartenz yang tidak melibatkan masyarakat lokal sebagai pemilik hak ulayat atas tempat wisata tersebut.
“Beberapa waktu terakhir ini hotel-hotel di Timika penuh turis. Jadi apa yang disampaikan oleh masyarakat saya, di wilayah saya dapil V menolak itu benar, saya mendukung. Entah siapapun dia yang mengakomodir orang-orang berkepentingan di balik ini untuk merugikan masyarakat pribumi. Cartenz dan salju yang dulu orang Amungme menyebut tempat itu sangat sakral dan suci,” tegas Dolfin, saat ditemui di Kantor DPRD Mimika,Selasa (25/2/2024).
Dolfin juga menuntut tindakan tegas dari pemerintah daerah. Ia menegaskan bahwa izin pihak mana pun yang melayani masuknya turis ke Cartenz harus dicabut, baik transportasi udara maupun darat.
“Saya menolak tegas jika ada yang melanggar dan memasukkan turis ke sana tanpa izin yang jelas. Kalau ada yang melayani, entah itu mobil atau pesawat, izinnya harus dicabut, kecuali anak pribumi yang mengelola,”ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) Mimika, Elisabeth Cenawatin, mengakui bahwa selama ini pemerintah daerah tidak mengetahui adanya aktivitas wisata di Puncak Cartenz. Ia baru menerima laporan dari masyarakat terkait pengusaha yang telah menjalankan usaha wisata tanpa koordinasi dengan pemerintah.
“Saya baru tanyakan ke Kabid Pariwisata, ternyata selama ini pemerintah tidak tahu. Beberapa perusahaan sudah masuk dan melaksanakan aktivitas pendakian tanpa sepengetahuan kami,” kata Elisabeth.
Ia menambahkan bahwa ada sekitar empat hingga lima pengusaha yang terlibat dalam aktivitas ini dan mereka akan segera dipanggil untuk rapat bersama pemerintah dan pemilik hak ulayat.
“Selama ini mereka jalan tanpa ijin dan kami pemerintah belum tahu aktivitas itu. Saya sudah perintahkan ibu Kabid untuk mendata mereka. Kami akan surati dan duduk bersama untuk membahas hal ini. Pemilik hak ulayat juga sudah menyampaikan surat permintaan rekomendasi untuk pengelolaan wisata di Cartenz, jadi semua pihak harus terlibat dalam diskusi,” jelasnya.
Ia menjelaskan baru menjabat selama tiga bulan dan setelah mengecek informasi tersebut ternyata selama ini pemerintah tidak pernah ada komunikasi dan koordinasi dengan pengusaha-pengusaha ini.
“Saya berusaha untuk kita duduk bicara dengan pengusaha dan pemilik hak ulayat di sini. Dalam waktu dekat ini kita akan duduk bicara supaya semua bisa tahu perusahaan ini punya ijin atau tidak, kita juga bisa tahu bahwa dari usaha ini kita pemerintah harus buat apa,” katanya.
Ia mmenegaskan bahwa setelah pertemuan dengan para pengusaha dan pemilik hak ulayat, pemerintah akan segera menyusun regulasi resmi berupa Peraturan Daerah (Perda).
“Sehingga kita mengeluarkan rekomendasi sesuai dengan aturan. Kami dari Dinas sedang berusha mengumpulkan para pengusaha tersebut untuk kita bicara kedepannya seperti apa”kata Elisabeth. (Marsel Balawanga)