Antarpapua.com – Suku Korowai Papua adalah suku yang baru ditemukan keberadaannya sekitar 35 tahun lalu di pedalaman Papua. Berpopulasi sekitar 3000 orang. Suku terasing ini hidup di rumah pohon yang disebut Rumah Tinggi. Beberapa rumah bahkan bisa mencapai ketinggian 50 meter dari permukaan tanah. Suku Korowai Papua adalah salah satu di daratan Papua yang tidak menggunakan koteka.
Suku Korowai Papua menempati kawasan hutan sekitar 150 kilometer dari Laut Arafura. Mereka adalah pemburu-pengumpul yang memiliki keterampilan bertahan hidup. Sampai sekitar 1975, Korowai hampir tidak mempunyai kontak dengan dunia luar. Mereka hanya mengenal diantara mereka saja.
Tinggal di kampung atau pemukiman kecil yang dibuat pemerintah, adalah fenomena yang relatif baru di kalangan Korowai. Mereka membangun rumah yang dibagi menjadi dua atau tiga kamar persegi panjang dengan tempat api di setiap kamar. Pria dan wanita tinggal terpisah. Pada tahun 1992, ketika desa Yaniruma diresmikan pemerintah Boven Digoel, tim pembuat film dokumenter sudah bisa mengunjungi Korowai di pemukiman mereka.
Suku Korowai Papua sebagian besar masih mandiri. Mereka menghasilkan kapak dari batu, membuat garam dan banyak lainnya. Uang pertama yang dikenalkan berasal dari misionaris. Mereka juga membantu perintis gereja dan dibayar rupiah. Dengan uang ini, mereka bisa membeli barang di toko lokal seperti garam, pakaian, dan pisau cukur. Sejak 1990, Korowai telah terlibat dalam proyek-proyek kehutanan perusahaan asing. Mereka dipekerjakan sebagai pemandu wisata dan pengemudi perahu.
Untuk membangun sebuah rumah, dipilih pohon besar kokoh sebagai tiang utama. Lantainya terbuat dari cabang. Kulit pohon sagu digunakan untuk membuat dinding. Atapnya dari daun hutan. Untuk merangkai rumah, dipilih tali rotan yang kuat. Untuk menjangkau rumah, disusun tangga panjang menjulai ke bawah. Sebelum menempati rumah itu, mereka akan melakukan ritual malam mengusir roh jahat.
Setiap keluarga memiliki kebun sagu. Mereka juga mengumpulkan sayuran hijau, dan buah-buahan yang semuanya tumbuh di hutan. Babi dan anjing adalah satu-satunya hewan peliharaan. Babi memiliki nilai sosial dan hanya dibunuh saat ritual dan di acara-acara khusus. Anjing digunakan untuk berburu. Untuk memancing, mereka menggunakan busur dan panah. Di masa lalu, buaya juga ditangkap untuk dimakan.
Suku Korowai Papua sangat patuh pada adat. Mereka mengenal pesta sagu. Ritual ini dilakukan setiap terjadi kelahiran, perkawinan dan kematian.
Pada momen seperti itu, barang-barang bernilai sosial seperti babi, gigi anjing, dan kerang, disajikan kepada kelompok yang menyelenggarakan ritual. Kelompok yang menerima, wajib membalas pada pesta berikutnya.
Didalam keluarga, orang tua mengajar anak-anak segala aturan dan hal tabu. Seorang gadis muda akan aktif terlibat dalam semua peran ketika dinilai cukup umur. Setelah menikah, gadis dianggap sebagai wanita dewasa. Sementara, anak laki-laki belajar tentang cara berburu dan membuat rumah semenjak usia 15 tahun. Selama periode ini, para bocah diajarkan juga pengetahuan khusus, asal usul kehidupan dan cara bertahan hidup.
Keluarga Korowai sangat menyadari hal baik dan jahat. Mereka juga harus mengetahui tentang keseimbangan alam, kesehatan, seksualitas dan pengetahuan dunia roh. Korowai percaya bahwa alam semesta dipenuhi dengan makhluk spiritual yang berbahaya. Roh-roh nenek moyang memainkan peran khusus. Beberapa wanita tua, yang dikatakan memiliki pengetahuan spiritualitas, dianggap sebagai tokoh.
Rumah pohon Masyarakat Suku Korowai
Rumah pohon adalah sebuah bangunan yang dibangun di sekitaran, sebelah atau di tengah batang atau cabang dari satu pohon dewasa atau lebih yang berada di atas permukaan tanah. Rumah pohon dapat dipakai untuk rekreasi, tempat kerja, habitasi, tempat kumpul dan observasi. (Wikipedia)
Suku Korowai dijuluki sebagai manusia pohon lantaran memiliki rumah yang berada di atas pepohonan yang cukup tinggi. Rumahnya bisa di ketinggian puluhan meter.
Suku Korowai membangun rumah-rumah panggung di atas pohon dengan Arsitektur rumah tertinggi terbilang unik, karena mereka hanya menggunakan material yang di dapat dari alam, Untuk penyangga utama, mereka memilih pohon “BANYAN” yang kokoh, dan memasang kayu-kayu tambahan pada setiap sudut.
Untuk membangun sebuah Rumah tinggi mereka membutuhkan waktu hanya 2 minggu dan dikerjakan secara bergotong royong. Kekokohan konstruksi Rumah Tinggi diukur dari jumlah orang atau penghuni yang ada dalam satu rumah, Biasanya setiap rumah di huni oleh satu keluarga yang bisa mencapai 12 orang.
Dikutip dari Buku Potret Manusia Pohon, terdapat tiiga tipe rumah Orang Korowai, yaitu:
- Rumah yang dibangun di atas tiang-tiang tinggi di atas 5 meter.
- Rumah yang dibangun di atas pohon-pohon tinggi.
- Rumah yang dibangun di atas tanah berupa bivak-bivak atau rumah-rumah sementara.
Suku itu mendirikan rumah di atas pohon bertujuan agar terhindar dari binatang buas. Tak hanya itu saja, mereka menghindari gangguan dari roh jahat, Orang-orang suku Korowai takut atas serangan Laleo atau Iblis yang dikenal sangat kejam, Yaitu makhluk yang berjalan mirip mayat hidup dan biasanya keluar pada malam hari.
Orang-orang Korowai menempati kawasan hutan sekitar 150 km dari laut arafura mereka terkenal sebagai pemburu paling terampil dan memiliki tradisi mengumpulkan setiap buruan, ternak termasuk hasil hutan untuk bisa bertahan hidup.
Sementara hewan seperti babi dan anjing hutan dijadikan sebagai hewan peliharaan, Babi dianggap memiliki nilai sosial, mereka akan membunuh babi pada acara-acara ritual khusus, sedangkan anjing digunakan sebagai hewan untuk teman berburu.
(*kompas.com/banten.akurat.co/Antarpapua.com)