Antarpapua.com – Komposisi Timnas Indonesia U-23 untuk Piala AFF U-23 2025 menuai sorotan, terutama dari media luar negeri seperti Vietnam. Pasalnya, pelatih kepala Gerald Vanenburg tidak mengandalkan kekuatan penuh dengan barisan pemain diaspora seperti yang selama ini jadi andalan. Namun di balik keraguan tersebut, mampukah Vanenburg membuktikan kualitas racikannya?
Sebagai pelatih yang ditunjuk PSSI sejak Januari lalu, Vanenburg langsung tancap gas dengan memanggil 30 pemain untuk mengikuti pemusatan latihan di Jakarta mulai 20 Juni. Dari daftar itu, hanya satu pemain yang berkarier di luar negeri, yakni Jens Raven. Sisanya adalah pemain lokal dari klub-klub Liga 1 dan Liga 2.
Keputusan ini memicu komentar miring, termasuk dari media Vietnam Soha, yang mempertanyakan absennya nama-nama seperti Welber Jardim, Dion Markx, dan Tim Geypens. Padahal sebelumnya, Timnas U-23 kerap diperkuat oleh talenta diaspora.
Tak hanya itu, pemain-pemain muda langganan tim senior seperti Marselino Ferdinan, Rafael Struick, Justin Hubner, Ivar Jenner, dan Ramadhan Sananta juga tak masuk daftar. Namun, ada alasan logis di balik keputusan ini.
Pertama, para pemain tersebut kini fokus membela tim senior dan punya agenda penting bersama klub masing-masing. Kedua, Piala AFF U-23 bukan bagian dari kalender FIFA, sehingga klub tidak berkewajiban melepas pemain.
Meski demikian, bukan berarti komposisi saat ini lemah. Justru, tujuh pemain yang dipanggil sudah pernah mencicipi atmosfer Timnas senior: Hokky Caraka, Kadek Arel, Dony Tri Pamungkas, Victor Dethan, Rayhan Hannan, Daffa Fasya, dan Muhammad Ferarri. Selain itu, ada juga jebolan Timnas U-19 seperti Arkhan Fikri, Achmad Maulana, hingga Alfharezzi Buffon yang punya potensi besar.
Bermain di kandang sendiri—Jakarta dan Bekasi—menjadi keuntungan tambahan bagi Garuda Muda. Ini jadi momentum untuk melihat sejauh mana tangan dingin Vanenburg mampu menyatukan potensi lokal menjadi kekuatan solid.
Gerald Vanenburg bukan nama sembarangan. Ia memiliki rekam jejak panjang di dunia kepelatihan, terutama untuk kelompok usia muda. Ia pernah melatih PSV U-19, Ajax U-17 hingga U-21. Selain itu, ia juga sempat menangani tim senior seperti 1860 Munich, Helmond Sport, dan FC Eindhoven.
Namun satu catatan menarik, rata-rata masa kerja Vanenburg tergolong singkat—sekitar 0,85 tahun menurut Transfermarkt. Indonesia menjadi tantangan baru baginya karena ini kali pertama ia memimpin tim nasional di Asia Tenggara.
Untuk menyesuaikan diri, Vanenburg melakukan pendekatan langsung ke lapangan. Ia menyaksikan sejumlah pertandingan Liga 1 musim lalu di berbagai kota seperti Malang, Bandung, Sleman, Solo, Semarang, hingga Jakarta. Dari kunjungan itu, ia menjaring 30 pemain yang dinilainya paling siap dan potensial.
Meski belum terlihat jelas gaya khasnya, sinyal permainan Vanenburg perlahan mulai terbaca. Sebagai mantan pemain sayap bertalenta, ia kemungkinan besar akan menekankan serangan dari sisi lapangan.
Hal ini terlihat dari pilihan pemain. Ada lima bek sayap murni seperti Mikael Tata, Achmad Maulana, Alfharezzi Buffon, Kakang Rudianto, dan Frengky Missa. Ditambah delapan pemain sayap menyerang seperti Dony Tri, Rayhan Hannan, Althaf Indie, hingga Yardan Yafi. Tusukan-tusukan dari sisi lapangan diprediksi akan jadi senjata utama Garuda Muda.
Piala AFF U-23 2025 menjadi turnamen perdana Vanenburg sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia U-23. Hasil di turnamen ini akan jadi penentu awal apakah kepercayaan PSSI dan publik bisa ia balas dengan prestasi.
Lebih dari itu, turnamen ini juga menjadi pemanasan jelang agenda yang lebih besar: Kualifikasi Piala Asia U-23 2026 yang akan berlangsung September mendatang.
Mampukah Gerald Vanenburg menjawab tantangan dan mengubah keraguan menjadi kebanggaan? Jawabannya akan segera terlihat saat Piala AFF U-23 2025 resmi dimulai pada 15 Juli mendatang. (cnnindonesia.com/Antarpapua.com)