Timika, APN – Nama suku Kamoro resmi berubah menjadi Mimika Wee, Minggu (24/4/2022). Perubahan nama itu ditandai dengan Misa Rekonsiliasi dan Penanaman Patung Salib Yesus Kristus di Pintu masuk pelabuhan Atapo, Kampung Atapo Kokonao Distrik Mimika Barat.
Rangkain acara misa rekonsiliasi yang berlangsung di Kota Tua (Kokonao) dihadiri ribuan masyarakat dari 84 kampung, mulai dari Nakai hingga Potowaiburu. Misa dilakukan dengan penuh hikmat.
Misa rekonsiliasi diawali dengan pemasangan api di dua tungku oleh masyarakat, kemudian diberkati oleh Pastor Administrator Diosesan Keuskupan Timika, Pastor Marthen Kuayo sekaligus memberkati Salib Yesus.
Setelah itu, ada satu perwakilan kepala suku yang dipercayakan oleh masyarakat Mimika Wee untuk memanggil semua leluhur termasuk semua yang dibawa keluar dari Mimika. Kemudian mereka membahasakan secara adat bahwa upacara pembakaran dosa dan semua kesalahan masa lalu akan dimulai. Dan dengan nyanyian ratapan atau penyesalan dari masyarakat.
Sementara itu, untuk dua tungku api tersebut dipisahkan, tungku api yang sebelah kiri digunakan untuk membakar daftar kesalahan dan kelalaian yang dibuat pada masa lalu yang ditulis dalam kertas.
Kemudian untuk tungku api sebelah kanan untuk membakar harapan – harapan dan niat masyarakat ke depan usai rekonsiliasi.
Usai membakar penyesalan dan harapan mereka, selanjutnya mereka masuk dalam upacara pelepasan. Dimana semua kepala suku mengambil abu hasil pembakaran dosa dan kesalahan dan menempatkan di wadah yang sudah disediakan.
Secara adat para kepala suku dari perwakilan kampung membawa abu dari tungku sebelah kiri itu ke sungai di iringan dengan pemukulan tifa dan tarian juga bahasa adat, lalu membuang semua abu penyesalan agar terbawa hanyut oleh air sungai yang mengalir.
Sesudah itu semua kepala suku kembali ke tempat pembakaran dan mengambil abu hasil pembakaran kebaikan dan niat, ditempatkan di wadah yang sudah disediakan ditungku api sebelah kanan dengan membahasakan secara adat dan diserahkan kepada Pater Marthen untuk diberkati bersama dengan air.
Air dan hasil pembakaran niat dari tungku sebelah kanan itu, kemudian dicampur dengan Garam yang sudah diberkati akan diusapkan kepada seluruh umat yang hadir.
Usai itu, masyarakat Mimika Wee berbondong – bondong untuk mengantar patung Salib Yesus untuk ditancapkan di tugu yang telah disiapkan.
Sebelumnya Pastor Marthen Kuayo yang memimpin Misa Rekonsiliasi tersebut dengan didampingi 8 Pastor SCJ, mengungkapkan Rekonsiliasi adalah buah pikiran, program atau rancangan dari Almarhum Uskup Johannes Philipus Saklil pada tahun 2016 yang mencetus satu gerakan yaitu Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak)
“Bagi orang Papua tungku api itu simbol kehidupan “ada asap dan api ada hidup”. Maka itu Almarhum mengambil Gertak itu,” kata Pastor Marthen.
Pastor Marthen menjelaskan, Rekonsiliasi berarti pulih atau memulihkan kesalahan- kesalahan atau ada sesuatu yang terhalang, putus. Maka sekarang saatnya dipulihkan sehingga menjadi baik kedepan. Rekonsiliasi ini mau memulihkan hubungan yang putus, hancur, rusak, antara Mimika wee dengan Tuhan Allah.
Pastor juga meminta, pada momen tersebut, juga digunakan untuk saling mengampuni sesama yang lain.
“Atas nama gereja katolik, saya mau memohon maaf jika para pastor, suster, biarawan, biarawati, bruder, dewan, dan semua pelayan umat yang pernah bertugas saya sampaikan mohon maaf jika pernah membuat hati masyarakat Mimika Wee terluka,” katanya.
Kemudain Ketua Panitia Dominikus Mitoro mengatakan saat ini Tuhan Yesus sudah bersihkan semua beban – beban orang Mimika Wee.
“Dengan rekonsiliasi ini kita berharap agar kedepan generasi muda memiliki masa depan yang lebih cerah. Anak anak harus sekolah, menjadi imam atau pastor dan lainnya,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Lemasko, Gerry Okoware mengatakan hari ini adalah hari bersejarah bagi masyarakat Mimika Wee
“Kita adalah umat yang dikasihi oleh Tuhan, kita diberkati, hari ini kita tambah diberkati lagi. Kita bersatu untuk maju sama – sama, Suku Mimika Wee harus maju,” harapnya.
Selanjutnya, Ketua Paguyuban Anak Cucu Perintis (ACP), Piet Yenwarin dalam mengungkapkan dengan jasa para petua dahulu yang masuk ke Mimika untuk mengabdi, dan ingin memajukan Mimika.
“Hidupku untukmu Mimika Papua dan matiku untuk dia yang mengutus aku. Masyarakat Mimika harus menjadi tuan di atas negeri sendiri,” ungkapnya.
Wakil Bupati Mimika, Johannes Rettob memberikan apresiasi kepada Almarhum Uskup John Philip Saklil dalam Gerakan Tungku Api Kehidupan (Gertak) dan ini adalah salah satunya hingga terjadi rekonsiliasi.
“Saya juga hadir sebagai anak Mimika Wee. Saya minta maaf atas nama pemerintah kabupaten atas kurangnya perhatian kepada anak – anak Mimika Wee. Kita akan buat dan mulai perhatikan orang Mimika Wee, dan kita harus perhatikan daerah ini. Momen ini sebagai momen kebangkitan kita dan masyarakat harus memberikan dukungan,” ungkapnya.
Jhon Rettob pun mengingatkan kepada masyarakat seperti yang selalu digaungkan oleh Almarhum Uskup John Philip Saklil, “Jangan hidup karena jual tanah, tetapi hidup dari mengolah tanah”.
Selain itu, Jhon Rettob berpesan, agar orang – orang tua harus menyekolahkan anak – anak mereka, sehingga anak – anak ini menjadi orang yang baik pada waktu – waktu yang akan datang.