Tak Berkategori  

Obat Malaria Langka, Kadinkes: Kina Sebagai Pengganti Sementara

Antar Papua
Kadinkes Mimika Reynold Ubra (Foto: Aji/APN)

Timika, APN – Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika Reynold Ubra meminta masyarakat untuk menerima obat kina sebagai pengganti sementara obat biru (DHP/obat malaria) karena kekosongan yang terjadi.

“Tapi persoalannya (bukan distribusi obat saja) lebih baik kita mencegah daripada mengobati, dan saat ini ada euforia (pandangan), masyarakat itu tersugesti dengan obat biru. Sekarang minum obat malaria (obat biru) itu menjadi bagian dari kebutuhan atau keinginan. Bahkan teman-teman dokter itu serba salah, mereka buat resep obat kina, tapi masyarakat minta obat biru,” ujarnya saat ditemui wartawan di Kantor Pusat Pemerintahan Kabupaten Mimika, Senin (22/8/2022).

Padahal menurut Rey sudah disampaikan jika saat ini obat biru sedang kosong. Hal tersebut pun tidak hanya terjadi di Mimika namun terjadi juga di daerah lain di Indonesia.

“Kekosongan itu bukan hanya di Mimika, Medan juga begitu. Pemkab (Mimika) juga tidak mengalokasikan dana untuk membeli obat, karena itu obat program yang dikirim dari Kementerian Kesehatan, melalui Dinkes Provinsi,” ungkapnya.

Rey pun membantah dengan tegas pendapat obat malaria diperjualbelikan oleh pihaknya.

“Untuk apa diperjualbelikan? sekarang sistem pengawasan obat itu seperti barang dan jasa, ada surat pesanannya, fakturnya juga,” jelasnya.

Rey kembali menekankan masyarakat harus bisa menerima obat kina sebagai obat pengganti (second line) DHP atau obat malaria. Kendati demikian, Dinkes telah merilis data jumlah stok obat malaria di puskesmas maupun fasilitas kesehatan yang ada di Mimika per Agustus 2022.

“Jadi sudah jelas obat yang kami terima distribusinya berapa, pada jumat lalu sudah kami rilis (data jumlah stok obat malaria di Fasilitas kesehatan) dan masyarakat bisa kesana (fasilitas kesehatan),” katanya.

Sementara itu menurut data dari Dinkes Kabupaten Mimika kasus malaria tahun 2021 berjumlah 85.726 kasus atau rata-rata 7.144 kasus per bulan atau sama dengan 238 kasus per hari sedangkan mulai bulan Januari hingga Mei 2022 jumlah kasus malaria sebanyak 52.838 kasus atau rata-rata, 10.568 kasus per bulan atau 352 kasus per hari. Data kasus malaria yang ditemukan dalam dua tahun terakhir menunjukan terjadi peningkatan sehingga berpengaruh terhadap kebutuhan akan obat “biru”.

Data Stok Obat Malaria di Kabupaten Mimika. (Foto: Istimewa)

Apabila dihitung maka diasumsikan seorang penderita malaria dengan berat badan antara 60-80 kg dan berusia diatas 15 tahun maka jumlah obat biru yang diberikan adalah 4 tablet per hari sekali minum selama 3 hari sehingga dibutuhkan 12 tablet per orang. Jika pada tahun 2021 rata-rata 238 kasus malaria per hari atau rata-rata per orang membutuhkan 12 tablet malaria maka dalam satu hari  kebutuhan obat malaria sebanyak : 2.858 tablet per hari atau sama dengan 85.726 tablet per bulan. Sedangkan untuk kebutuhan obat “biru” tahun 2022 dengan jumlah kasus 352 kasus per hari maka jika rata-rata kebutuhan per orang adalah 12 tablet maka dalam sehari kebutuhan obat “biru” sebanyak : 4.227 tablet per hari atau sama dengan : 126.811 tablet per bulan.

Selanjutnya sesuai data Instalasi Farmasi Dinkes Mimika rata-rata kebutuhan obat “biru” selama tahun 2021 adalah : 99.441 tablet per bulan atau 1.193.373 tablet per tahun maka data kebutuhan ini dapat dijadikan sebagai data dasar kebutuhan obat tahun 2022, disesuaikan dengan kebutuhan apabila terjadi peningkatan kasus.

Sejak Januari sampai Agustus tahun 2022 jumlah obat “biru” yang diterima oleh Dinkes Mimika bersumber dari dinas kesehatan Provinsi Papua sebanyak 431.658 tablet atau rata-rata 61.665 tablet per bulan padahal kebutuhannya adalah 126.811 tablet per bulan maka kebutuhan obat “biru” yang tidak terpenuhi adalah 65.146 tablet per bulan (48,63%).

Pada tanggal 1 Agustus 2022 menurut data IFK jumlah obat “biru” yang dikirimkan Dinas Kesehatan Provinsi Papua ke Kabupaten mimika sebanyak 58.500 tablet dan pada tanggal 19 Agustus 2022 tersisa 2.700 tablet. Dinas kesehatan telah mendistribusikan obat “biru” ini ke fasilitas kesehatan milik pemerintah, TNI/Polri maupun faskes swasta yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News

Penulis: AjiEditor: Sani