Antarpapua.com – Dunia ilmu pengetahuan kembali dikejutkan dengan pencapaian luar biasa dari tim peneliti di China yang berhasil membuat sel jantung manusia mampu berdetak di dalam embrio babi. Keberhasilan ini menandai tonggak baru dalam pengembangan teknologi khimaira—makhluk hibrida hasil perpaduan sel manusia dan hewan—sebagai solusi terhadap krisis global kekurangan organ transplantasi.
Dilansir dari Nature pada Jumat (13/6), pencapaian ini dipaparkan oleh tim yang dipimpin ahli biologi perkembangan, Prof. Lai Liangxue, dari Guangzhou Institutes of Biomedicine and Health, Chinese Academy of Sciences. Presentasi dilakukan pada pertemuan tahunan International Society for Stem Cell Research di Hong Kong.
Dalam pemaparannya, Prof. Lai mengungkapkan bahwa mereka berhasil menyuntikkan sel punca (stem cell) jantung manusia ke dalam embrio babi pada fase morula—tahap awal setelah pembuahan. Embrio tersebut kemudian dikembangkan hingga hari ke-21 dan menunjukkan tanda-tanda keberhasilan dengan jantung mini manusia yang sempat berdetak.
“Babi dipilih sebagai spesies donor karena anatomi dan ukuran organ-organnya sebanding dengan manusia,” jelas Prof. Lai. Ia juga menyebut bahwa jantung manusia yang tumbuh dalam embrio babi mencapai ukuran seujung jari—sesuai dengan perkembangan jantung manusia pada tahap yang sama.
Meski embrio tersebut akhirnya tidak bertahan lebih dari 21 hari, keberhasilan ini tetap dianggap sebagai pencapaian signifikan. Dugaan sementara, kematian embrio disebabkan oleh ketidakcocokan fungsi antara sel jantung manusia dan sistem tubuh babi.
Keberhasilan ini merupakan capaian besar kedua dari tim Prof. Lai. Sebelumnya, mereka telah sukses menumbuhkan ginjal manusia pada embrio babi yang mampu bertahan hidup selama satu bulan di dalam tubuh induk babi.
Namun demikian, beberapa ilmuwan menyambut pencapaian ini dengan hati-hati. Hiromitsu Nakauchi, ahli biologi sel punca dari Stanford University yang turut hadir dalam konferensi tersebut, menegaskan perlunya verifikasi lebih lanjut untuk memastikan bahwa organ yang tumbuh benar-benar merupakan jaringan jantung manusia.
Pasalnya, berbeda dengan penelitian ginjal sebelumnya yang menunjukkan bahwa 40-60 persen jaringan ginjal pada embrio adalah sel manusia, tim Prof. Lai belum mengungkapkan proporsi serupa untuk jaringan jantung kali ini. Hal ini penting untuk memastikan bahwa organ hasil khimaira tidak akan memicu reaksi penolakan sistem imun saat ditransplantasikan ke tubuh manusia.
Meski masih menyisakan banyak pertanyaan, riset ini membuka harapan baru dalam dunia medis, khususnya dalam penyediaan organ transplantasi berbasis teknologi rekayasa genetika lintas spesies. (Cnnindonesia.com/Antarpapua.com)