Timika, antarpapuanews.com – Lembaga Investigasi dan Informasi Kemasyarakatan (LIDIK) Propinsi Papua menyebut penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil bagi orang asli Papua di beberapa Kabupaten Kota di Provinsi Papua tidak terpenuhi kuota 80 persen. Hal ini dikatakan Ketua Lidik Papua Hendrik Abnil Gwijangge SH.,M.Si melalui rilis yang diterima antarpapuanews.com, Senin (3/8)
Dalam rilis tersebut, Hendrik Gwijangge mengatakan, tidak terpenuhi kuota tersebut merupakan pelanggaran struktur sistem jika ditinjau dari segi yuridis hukum.
“Sejak Pengumuman CPNS 2018 di umumkan di Tanah Papua, tidak sedikit Pencaker Orang Asli Papua (OAP) dari beberapa daerah kabupaten/kota merasa kecewa dan protes terhadap pengumuman hasil yang keluar. Bentuk dari pada kekecewaan itu dapat kita lihat diluapkan dengan berbagai tindakan dan cara, seperti halnya di kota Jayapura ada aksi masa demo dan melakukan pemalangan ruas jalan, bahkan penolakan hasil tes CPNS di Kabupaten Pegunungan Bintang dan Yalimo berujung ricuh serta di beberapa daerah lain yang juga sedang melakukan protes yang berpotensi bisa dapat menimbulkan konflik,” kata Hendrik dalam rilis.
Kata Hendrik, aksi Penolakan dan protes terhadap pengumuman hasil CPNS ini dilakukan oleh Orang Asli Papua, terutama anak daerah setempat, karena merasa kecewa keterwakilan kuota 80 persen bagi Orang Asli Papua tidak terpenuhi. Dan ini tentu menimbulkan kecemburuan sosial dan ketidakadilan di tanah Papua karena yang diterima kebanyakan orang pendatang.
“Ada beberapa dasar pemikiran yang perlu diketahui oleh pemerintah pusat dan daerah kenapa dan mengapa aksi-aksi protes dan penolakan hasil pengumuman CPNS 2018 ini begitu kencang terjadi di tanah Papua,” ujarnya.
Lanjutnya, tidak terpenuhinya kuota 80 Persen penerimaan CPNS 2018 bagi orang asli Papua adalah salah satu bentuk ketidak adilan dan penjajahan dari struktur sistem terhadap masyarakat Papua.
Dasar Hukum Kuota 80 Persen Penerimaan CPNS Bagi Orang Asli Papua. Yakni dalam konstitusi UUD 1945 Bab VI Pasal 2 dan 5 yang mengatur tentang PEMERINTAH DAERAH secara jelas mengatakan bahwa “Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Artinya bahwa penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan di daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dan juga Pemerintah Pusat memberikan penugasan kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.
Sehingga penerimaan CPNS di daerah ini menjadi salah satu contoh tugas pembantuan, bahwa untuk pengumuman pendaftaran dan penerimaan CPNS adalah kewenangan pemerintah pusat sehingga Nomor Induk Pegawai (NIP) itu dikeluarkan dari Pusat. Namun formasi kebutuhan pegawai dan kuota yang dibutuhkan sesuai dengan pedoman analisis jabatan (anjab) dan analisis beban kerja (ABK), guna menyusun kebutuhan jumlah serta jenis jabatan dari PNS adalah mutlak kewenangan daerah, sebagaimana diamanatkan oleh UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Apalagi didalam UU Pemerintahan Daerah Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 2 dan 6 menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD dilakukan dengan prinsip otonomi daerah seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Sehingga pengajuan formasi CPNS ini dalam rangka terwujudnya kesejahteraan masyarakat dalam penyelengaraan pemerintahan, melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan keadilan dan kekhasan suatu daerah dalam system NKRI. Seperti yang termaktub dalam konsideran menimbang poin b dari UU No,23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Jadi disini perbedaannya sudah sangat jelas, bahwa BKN memiliki kewenangan untuk memberikan Jatah alokasi CPNS untuk setiap daerah itu memang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan formasi analisis jabatan dan analisis beban kerja yang diajukan daerah ke BKN. Tetapi penentuan kuota terhadap jatah yang diberikan ke daerah adalah sepenuhnya kewenangan pemerintah daerah.
Oleh karenanya, apabila dalam pengumuman hasil CPNS 2018 yang ke luar tidak sesuai dengan kuota 80 persen yang diperuntukkan untuk orang asli papua, maka daerah sebenarnya bisa memproses dan merevisi hasil tersebut ke BKN, dalam hal ini kepala daerah baik Gubernur, Walikota, maupun Bupati sebagai penyelenggara pemerintah di daerah sebelum menandatangani hasil pengumuman itu dapat mengajukan revisi untuk mengakomodir nama-nama semua anak daerah yang belum diterima sesuai kuota.
Langkah selanjutnya Bupati dan DPRD bisa meminta Rekomendasi Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk memperkuat argumentasi hukum dalam administrasi pemerintahan, karena ini dalam kerangka penyelenggaraan otonomi khusus terhadap perlindungan hak-hak Orang Asli Papua. Sebagaimana secara eksplisit ditegaskan dalam UU No.21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua di pasal 20 poin (f) yang berbunyi “ MRP mempunyai tugas dan wewenang untuk memberikan pertimbangan kepada DPRP, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota serta Bupati/W mengenai hal-hal terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli papua. Juga ada ketentuan didalam pasal 21 poin (a) yang menyatakan bahwa ‘ MRP mempunyai hak meminta keterangan kepada pemerintah propinsi, kabupaten/kota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-hak orang asli papua. Demikian sudah clear dan jelas bahwa hasil pengumuman CPNS 2018 masih ada peluang untuk dirubah.
Yang perluh menjadi catatan disini ialah Pengumuman Penerimaan CPNS 2018 yang sudah keluar ini apabila ingin direvisi ke BKN oleh penyelenggara pemerintah di daerah baik Bupati maupun DPRD agar kuota 80 persen orang asli papua terpenuhi, maka terutama yang harus dipastikan adalah data atau dokumen yang akan menjadi dasar temuan hukum sebagai bukti otentik yang valid sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 66 Ayat 2 UU No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.
Ada dua dokumen utama yang bisa digunakan agar dokumen atau data yang didapat dari hasil investigasi itu menjadi valid dan otentik, yaitu Dokumen Pertama adalah rekapan hasil nilai tes CPNS dari tahapan yang sudah dilakukan oleh semua calon pelamar peserta CPNS sesuai dengan peraturan menteri PANRB No.37 Tahun 2018 Tentang Nilai Ambang Batas Seleksi Kompetensi Dasar dan Seleksi Kompetensi Bidang Pengadaan CPNS yang sudah dikeluarkan oleh panitia seleksi. Tentu data dan arsip ini, baik nilai Tes Karakteristik Pribadi (TKP), Tes Intelegensi Umum (TIU) dan nilai Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dari Seleksi Kompetensi Dasar ada semua lengkap di BKD daerah setempat masing-masing yang bisa diakses dan digunakan sebagai petunjuk dan Dokumen Kedua adalah Dokumen Pengumuman Hasil CPNS 2018 yang sudah diumumkan.
“Perlawanan yang sebenarnya adalah perlawanan terhadap struktur sistem yang dibangun oleh penguasa, kita tidak akan pernah dan bisa lawan struktur sistem apabila kita tidak mengetahui bagaimana sistem itu bekerja dan bergerak”. Tutup Ketua LIDIK. (APN)