Timika, APN – Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas) diminta untuk proaktif melakukan pelayanan masyarakat hingga ke rumah-rumah.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika Reynold Ubra saat ditemui wartawan di kantor pusat pemerintahan Kabupaten Mimika, Senin (30/5/2022).
“Kalau bisa dibilang dalam tiga tahun terakhir 2019,2020, 2021 kalau kita lihat pelayanan kesehatan di puskesmas itu cenderung turun. Dari tahun 2019 data menunjukkan ada 284.000 sekian kunjungan.Kemudian di tahun 2020 karena kita dihadapkan dengan covid-19, tapi di tahun 2021 pemerintah sudah menetapkan bekerja dengan prokes, kunjungan puskesmas-puskesmas di 26 puskesmas turun menjadi 146.000 sekian,” ujarnya.
Menurut Rey terjadinya penurunan tersebut tidak sebandinv dengan jumlah petugas di puskesmas dengan pelayanan kesehatan yang diberikan. Sehingga menurut Rey Puskesmas harua proaktif menjemput bole melayani dari rumah ke rumah.
“Puskesmas hari ini itu bukan rumah sakit, sehingga kita menunggu orang sakit. Yang sakit itu hanya 10 persen yang datang ke Faskes. Karena ini sama dengan perilaku mencari pelayanan kesehatan. Lebih banyak orang sudah sakit parah dulu itu baru datang. Sehingga menjemput bola itu menjadi lebih penting,” tegasnya.
Rey menjelaskan tugas puskemas adalah melaksanakan upaya pencegahan seperti mencegah gizi buruk dengan mengunjungi rumah-rumah untuk memeriksa kesehatan ibu hamil, bayi, dan balita.
“Pencegahan untuk ibu hamil. Ibu hamil itu harus dicari di rumah.
Pasien TB itu harus di cari di rumah.
Pasien malaria harus dicari di rumah.
Anak gizi buruk harus dicari di rumah,” paparnya.
Puskesmas pun kata Rey harus bekerjasama dengan pemerintah Kampung hingga Distrik secara terus menerus untuk melakukan sosialisasi soal kesehatan lingkungan.
“Sejak dulu dalam peraturan menteri itu, puskesmas bisa membuat melokakarya dengan lintas sektor yang ada di wilayah, termasuk melapor kepada kepala Distrik sebagai pemerintah terkecil untuk kecamatan,” katanya.
Rey menyebutkan setiap tahun Puskesmas mendapatkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sebesar Rp500 juta.
“Artinya begini, program pelayanan kesehatan tidak bisa dilakukan secara parsial dan tidak berkelanjutan.
Pelayanan kesehatan itu, berkelanjutan dan terpadu. Jadi lima upaya kesehatan masyarakat dengan jumlah tenaga kesehatan yang sangat banyak, dengan jumlah insentif mungkin tertinggi di Papua, itu harus keluar dari gedung puskesmas, untuk bagaimana menolong atau menyiapkan kembali mencari dan menemukan masyarakat yang ada di rumah-rumah,” tutupnya.