Timika, APN – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua menyoroti tindakan kekerasan terhadap anak di tengah situasi konflik bersenjata dalam Perayaan Hari Anak Sedunia ke-62. Sabtu (20/11/2021).
Berdasarkan keterangan pers yang diterima antarpapuanews.com Pada perayaan Hari Anak Sedunia Ke-62 tahun 2021 dengan mengusung tema “A Better Future for Every Child” yang artinya “Masa Depan yang Lebih Baik untuk Setiap Anak”.
“Kondisi masa depan anak Papua tidak baik sebagaimana dialami oleh anak Papua yang tinggal di beberapa daerah konflik bersenjata yang telah berdampak pada terlanggarnya hak atas rasa aman,” kata Emanuel.
Meskipun begitu, Ketua LBH Papu, Emanuel Gobay menegaskan, kondisi riil anak Papua terutama di daerah konflik bersenjata masih sangat jauh dari tema yang diusung.
Tercatat, sejak tahun 2018 sampai 2021 terdapat beberapa kasus pengungsian di Papua seperti di Kabupaten Nduga. Tahun 2019 sampai 2021 di Kabupaten Intan Jaya, sedangkan Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Pegunungan terjadi pada tahun 2021.
Emanuel menegaskan, seluruh data tersebut selain melanggar hak dan keamanan, juga melanggar hak atas pangan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, hak beribadah dan hak-hak konstitusional anak-anak Papua dalam pengungsian.
“Bahkan yang sungguh sangat disayangkan adalah adanya fakta pelanggaran hak hidup sebagaimana yang dialami oleh dua orang anak yang menjadi korban penyalahgunaan senjata api pada tanggal 26 Oktober 2021 dalam konflik bersenjata antara TNI-Polri melawan TPNPB di Kabupaten Intan Jaya,” tegasnya.
Emanuel mengatakan, peristiwa itu jelas-jelas menunjukkan tidak terlaksananya kewajiban Negara dalam tindakan menurut hukum humaniter internasional dalam melakukan perlindungan terhadap penduduk sipil atas peristiwa konflik bersenjata.
Kini, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Anak.
Sementara itu, terdapat Pasal 59 ayat (1), ayat (2) huruf a dan Pasal 60 huruf a, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menerangkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi pengungsi, anak korban kerusuhan, anak korban bencana alam dan anak dalam situasi konflik bersenjata. Pasal-pasal tersebut difungsikan untuk memperkuat konvensi itu.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua pun menuntut Presiden Republik Indonesia agar segera tegakkan perlindungan anak dalam situasi konflik bersenjata yang terjadi di Papua.
LBH juga mendesak Pemerintah Provinsi Papua agar segera membentuk bentuk tim khusus perlindungan anak dalam situasi konflik bersenjata di Papua sesuai perintah UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
“Ketua Komnas HAM RI segera lakukan tugas Penyelidikan atas dugaan pelanggaran hak hidup Nopelinus Sondegau sesuai perintah pasal 89 ayat (3) huruf b, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” imbuhnya.
“Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia Republik Indonesia (KPAI RI) segera lakukan tugas pengawasan dan pelaporan perlindungan dan pemenuhan hak anak di Papua,” tutupnya. (Wahyu)