Timika, Antarpapua.com – Sekelompok warga suku Mee dari kabupaten tetangga Dogiyai dan Deiyai membakar 3 unit rumah warga dan melalukan aksi palang jalan di Kampung Wakia, Distrik Mimika Barat Tengah, Kabupaten Mimika, Rabu (28/8/224) malam.
Aksi bakar rumah dilakukan oleh sekelompok warga tersebut dipicu tapal batas wilayah adminitrasi Kampung Wakia yang selama ini menjadi perdebatan.
Kampung Wakia merupakan salah satu kampung berbatasan langsung dengan Kabupaten Dogiyai dan Deiyai masuk dalam wilayah adminitrasi Kabupaten Mimika.
Kampung Wakia juga merupakan lokasi tambang emas tradisonal selama ini dikelolah oleh masyarakat setempat demi kebutuhan hidup sehari-hari.
Lantas adanya emas membuat beberapa pihak saling mengklaim wilayah tersebut hingga berujung keributan dan membuat situasi tidak kondusif.
Kapolres Mimika, AKBP I Komang Budiartha mengatakan, kejadian di Kampung Wakia sebenarnya sudah mulai dari dua bulan terakhir terkait pembatasan tapal batas wilayah Kabupaten Mimika dan Dogiyai Deiyai.
“Kami sudah dengan Pemda Mimika untuk melakukan pertemuan begitupun dengan Pj Gubernur Papua Tengah. Kejadian itu sudah kami monitor dari tiga minggu belakangan ini,” kata AKBP I Komang kepada Antarpapua.com, Kamis (29/8/2024).
Ia mengatakan, pihaknya telah mengidentifikasi masyarkat Dogiyai dan Deiyai bakal turun ke Kampung Wakia selama tiga minggu belakangan.
“Itu permasalahan aktivitas tambang emas tradisional atau ilegal. Saya juga sudah perintahkan kalau tambang itu ditutup,” katanya.
Ia menyampaikan kepada kepala kampung dan tokoh masyarakat di Wakia untuk tidak melakukan aktifitas tambang ilegal.
“Alat berat semua sudah keluar dari lokasi tambang dan kini berada di Wakia. Ini salah paham antara suku Mee dan masyarakat Wakia,” jelasnya.
Lanjutnya, warga suku Mee membakar semua aset dimiliki kepala Kampung Wakia di mana dirinya juga sudah menerjunkan personel Polres Mimika dibackup brimob untuk mengamankan situasi.
“Untuk masyarakat di Wakia sudah mengungsi ke arah pesisir. Yang masih di Wakia saat ini penambang emas yang masih kerja padahal sudah diperintahkan untuk meninggalkan lokasi,” katanya.
Ia mengatakan, pertambangan emas ilegal tersebut telah beroperasi sejak lama dan muncul ada saling klaim batas wilayah.
“Saya sudah koordinasi dengan Kapolres Dogiyai dan Deiyai untuk melakukan penutupan tambang itu,” katanya.
Ia mengatakan, dipastikan insiden tersebut tidak ada korban jiwa pasca kejadian itu. Situasi saat ini putus sehingga tim dikerahkan ke Wakia.
“Tidak ada perusahan memobilisasi kegiatan tambang di sana karena itu usaha individu. Kami perintahkan keluar dari lokasi dulang emas,” ujarnya.
Sementara Kepala Kampung Wakia, Distrik Mimika Barat Tengah, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Frederikus Warawarin menyebut permasalah terjadi dua hari lalu di karenakan tapal batas antara Mimika, Dogiyai, dan Deiyai.
Frederikus Warawarin menyebut, beberapa waktu lalu Ketua DPRD Dogiyai bersama 12 anggotanya untuk membahas tapal batas Kampung Wakia.
“Saya sampaikan ke mereka bahwa, tapal batas ini urusan pemerintah tingkat atas dan datanya diambil dari masyarakat adat soal tapal batas. Jangan datang lalu membuat keributan di sini,” kata Frederikus Warawarin.
Ia mengatakan, rumah dibakar itu merupakan miliknya dan beberapa rumah warga lain disekitarnya.
“Mereka datang masuk di kampung lalu bakar rumah. Ini kan sebenarnya tidak boleh dilakukan. Saya minta pemerintah jangan diam ditempat,” ucapnya.
Ia mengatakan, tapal batas ini menjadi masalah setelah adanya tambang emas milik masyarakat setempat yang selama ini dijadikan koperasi pengahasilan tambahan warga demi memenuhi kebutuhan hidup.
“Kalau alat berat yang masuk di lokasi tambang itu bukan saya yang masukan. Saya tidak punya eksavaor di Wakia bahkan mendatangkanpun tidak pernah. Ada tokoh masyarakat dan kepala suku yang datangkan,” katanya.
Ia menjelaskan, tambang emas itu merupakan sumber daya alam dimanfaatkan masyarakat untuk membangun infrastruktur jalan demi masyarakat.
“Kalau alat berat ini bukan milik saya dan bukan saya yang datangkan. Jangan saya yang disoroti terus dari awal dan menjatuhkan saya. Ini infomasi dari orang tidak bertanggunjawab. Kalau legalitas itu saya proses.”
“Kampung Wakia ini dulunya tidak ada apa-apa tetapi dengan adanya emas ini masyarakat bisa menikmati manfaatnya,” ujarnya.
Ia mengatakan, 7 alat berat tersebut selama ini beroperasi di Wakia mengambil emas dilakukan oleh para pengusaha yang memang punya bidang.
“Saya sudah sampaikan ke pemilik alat berat ini agar memperhatikan masyarakat. Mereka masuk itu ada izin. Kapolres minta operasi ditentikan dan sudah kami lakukan tetapi, ada beberapa orang tidak mau dan saat ini masih beroperasi,” katanya.
Ia menyebut, perebutan hak tapal batas terus terjadi hingga saat ini bahkan mobilitas masyarakat suku Mee kian banyak di Wakia.
“Kami harap pemerintah segera melakukan tindakan karena kasihan masyarkat jangan sampai Wakia direbut kabupaten lain,” ucapnya.
Ia mengatakan, pasca kejadian pembakaran rumah aparat keamanan telah menuju ke Kampung Wakia.
“Pelaku pembakaran rumah dari suku Mee Dogiyai dan Deiyai. Ini masalah tapal batas dan mereka ingin memiliki,” ujarnya.
Lanjutnya, terkait tapal batas ini dirinya sudah koordinasi dengan pemerintah bahkan kepada bupati tetapi respon slow.
“Saya berupaya bertemu pemerintah pusat untuk membahas tapal batas tetapi warga suku Mee tinggal serang terus sehingga belum dilakukan,” bebernya.
Lanjutnya, adanya potensi biji limpahnya emas di Wakia menjadikan kampung ini menjadi rebutan berbagai pihak salah satunya masyatakat Dogiyai dan Deiyai.
“Benar, pasca pembakaran rumah dan penyerangan tersebut masyarakat Kampung Wakia mengungsi ke arah pantai. Ada juga mengungsi ke Kampung Wumuka,” kata Kepala Kampung.
Ia mengatakan, aktivitas masyarakat saat ini lumpuh total karena masyarakat meninggalkan kampung lantaran takut.
“Kelompok itu datang membawa alat perang seperti anak panah sehingga membuat masyarakat takut dan memilih keluar dari kampung,” ujarnya.
Sementara Sekretaris Kampung Wakia, Emanuel Inata mengatakan, dulunya kampung aman-aman saja tetapi setelah adanya emas mobilitas masyatakat Dogiyai Deiyai meningkat.
“Ada emas baru mereka datang di Kampung Wakia. Emas itu kami temukan pada tahun 2003 lalu.”
“Saat ini kampung kosong karena masyarakat sudah mengungsi karena takut. Jangan sampai kampung kami direbut suku lain, pemerintah tolong perhatikan hal ini,” tandasnya. (Acel)