Umum  

RDP Soal 33 Karyawan PTFI Ditunda

Timika, APN – Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang adanya dugaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 33 karyawan PT Freeport Indonesia (PTFI) ditunda.

Penundaan tersebut karena tidak hadirnya perwakilan PT Freeport dalam RDP yang dijadwalkan dilakukan dengan DPRD Mimika melalui Komisi C dan Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Mimika.

Rapat Dengar Pendapat yang berlangsung di ruang Rapat Serba Guna Kantor DPRD Mimika, Rabu (28/7/2021) sempat dibuka oleh Wakil Ketua I DPRD Mimika, Alex Tsenawatme, S.AB didampingi oleh Ketua Komisi C, Elminus B Mom dan seluruh anggota Komisi C, juga hadir kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Mimika Paulus Yanengga,SE,M.Si dan perwakilan dari Kodim 1710/Mimika.

Wakil Ketua I DPRD Mimika, Alex Tsenawatme mengatakan RDP sudah dijadwalkan sebelumnya, dengan agenda mendengarkan penjelasan dari Pihak Manajemen dan perwakilan dari sejumlah kontraktor dan privatisasi terkait adanya laporan terjadinya PHK terhadap 33 karyawan dan adanya dugaan penganiayaan, namun manajemen PTFI tidak hadir sehingga DPRD sepakat untuk menunda RDP dan akan dijadwalkan berikutnya.

Suasana Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Mimika

“Kami sudah berusaha konfirmasi tentang kehadiran Pimpinan Freeport hingga siang ini, dan mendapatkan kabar bahwa para Pimpinan yang pengambil kebijakan sebagian berada di daerah Higland dan di Jakarta. Sebelumnya mereka manajemen meminta untuk RDP ini secara virtual atau diagendakan pada RDP berikutnya, untuk virtual kami tidak bersedia, sehingga kami putuskan untuk ditunda,” tegas Alex.

Selain menunda RDP, kata Alex dari hasil laporan yang diterima dari para karyawan bahwa ada dugaan telah terjadi penganiayaan kepada sejumlah karyawan yang melakukan pemalangan di area kerja dalam aksi menolak dilakukan vaksinasi sesuai laporan dan bukti yang diterima Dewan.

“Atas laporan dan bukti-bukti yang telah diadukan oleh para karyawan yang di PHK kepada dewan dan usulan dari sejumlah anggota DPRD Mimika terkait kasus ini, akan segera membentuk pansus untuk menulusuri masalah ini,” kata Alex.

Anggota Komisi C DPRD Mimika, Leonardus Kocu menegaskan dalam rapat berikut diharapkan, perwakilan yang datang dari manajemen PTFI harus Pimpinan tertinggi yang punya kapasitas dan punya kewenangan untuk mengambil keputusan. Sebab kasus juga berkaitan dengan adanya dugaan penganiayaan.

“Kalau benar terjadi penganiayaan terhadap karyawan sesuai laporan, maka ini kategori pelanggaran berat. Ini tergolong pelanggaran HAM berat sehingga perlu diseriusi dengan membentuk pansus. Ini sangat keterlaluan yang telah dialami oleh karyawan, bukannya perusahaan ini semakin baik tetapi semakin buruk,” tegasnya.

Wakil ketua Komisi C, Saleh Alhamid mendesak kepada Pimpinan DPRD untuk segera membentuk pansus untuk menyelidiki kasus penganiayaan ini.

“Kami sangat menyayangkan hal ini, ini harus dibentuk pansus untuk kita mencari kebenarannya. Kasihan karyawan kalau sudah di PHK lalu mereka dianiaya lagi,” tegas Saleh.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Mimika, Paulus Yanengga, ketika ditanya sejumlah anggota dewan terkait kasus PHK dan penganiayaan yang dialami oleh karyawan mengaku saat ini kasus ini pihaknya sedang memintai keterangan dari karyawan yang mengadu.

“Kami belum bisa memastikan peristiwa penganiayaan tersebut, dan saat ini Disnaker sedang melakukan mediasi, dengan memanggil para karyawan untuk dimintai keterangan. Dan selanjutnya juga kami akan memintai keterangan kepada manajemen Freeport, sehingga sampai saat ini saya belum bisa berkomentar soal kasus tersebut karena masih dalam proses memintai keterangan,” jelas Yanengga. (Anis-Cr02)