Sejak Kasus Sambo, Publik Nilai Negatif Penegakan Hukum Nasional

Antar Papua
Tersangka Irjen Ferdy Sambo (kiri) bersama Istrinya tersangka Putri Candrawathi (kanan) keluar dari rumah dinasnya yang menjadi TKP pembunuhan Brigadir J di Jalan Duren Tiga Barat, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, Selasa 30 Agustus 2022. (Foto: BeritaSatuPhoto/Joanito De Saojoao)

Jakarta, APN – Kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J oleh Irjen Pol Ferdy Sambo dan tersangka lain, membuat penegakan hukum nasional dinilai negatif. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menerangkan survei mencatat ada sebanyak 2,7 persen responden yang menyatakan penegakan hukum nasional sangat baik dan baik sebanyak 22,3 persen. Total responden yang menilai penegakan hukum nasional masih sangat baik dan baik, hanya 25,1 persen.

Angka tersebut masih sangat jauh dari masyarakat yang menilai penegakan hukum nasional dalam kondisi sedang atau sangat buruk dan buruk. Masyarakat yang menilai sedang saja ada sebanyak 26,2 persen, sedangkan yang menilai buruk atau sangat buruk mencapai 43,8 persen.

“Jadi, nilainya lebih banyak yang negatif,” kata Burhanuddin Muhtadi saat menyampaikan rilis survei nasional bertajuk “Kenaikan harga BBM, Pengalihan Subsidi BBM dan Approval Rating Presiden” secara daring, Minggu (18/9/2022).

Kondisi tersebut berbanding lurus dengan hasil tren evaluasi publik terhadap penegakan hukum nasional yang turut mengalami perburukan. Terlihat data tren 25-31 Agustus 2022, publik yang menilai buruk mencapai 32,4 persen, kemudian mengalami peningkatan pada September 2022 yang mencapai 41,8 persen.

“Lagi-lagi dalam konteks ini persepsi, ini data persepsi. Dalam politik, persepsi lebih penting ketimbang data itu sendiri, terutama sejak isu Sambo beberapa waktu belakangan ini. Isu yang meledak di media adalah isu yang tidak sesuai dengan ekspektasi publik, karena yang muncul isu pelecehan seksual yang dilakukan almarhum Brigadir J,” terang Burhanuddin.

Isu tersebut, menurut Burhanuddin, bertentangan dengan keyakinan publik. Hal ini yang mengakibatkan persepsi publik terhadap penegakan hukum nasional mengalami penurunan.

Survei dilakukan dengan target populasi survei ini adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon atau handphone sekitar 83 persen dari total populasi nasional. Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD). RDD adalah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.

Dengan teknik RDD, sampel sebanyak 1.215 responden dipilih memlalui proses pembangiktan nomor telpeon secara acak, validasi dan skrining. Margin of error survei diperkirakan plus minus 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News

Penulis: Abi/**Editor: Sani