Antarpapua.com – Seni ukir suku Kamoro adalah seni pahatan yang terbagi dalam beberapa jenis yaitu Mbitoro, Ote Kapa, Pekaro, Yamate yang merupakan jenis – jenis pahatan seni ukir dari suku Kamoro, dibuat dari kayu bulat dan utuh dengan diameter mencapai satu meter dengan ukuran tinggi melebihi satu meter.
Setiap rumah adat suku Kamoro diwajibkan memiliki salah satu dari ukiran dengan ornament yang melambangkan kehidupan alam dan makhluk hidup serta kekerabatan dan kebersamaan suku Kamoro.
Namun seni ukir suku Kamoro hanya dibuat untuk upacara adat karena di dalam ukiran diisi dengan roh-roh leluhur suku Kamoro sehingga sangat sulit untuk melihat secara langsung bentuk dari ukiran suku Kamoro. Dikarenakan ukiran suku Kamoro hanya dibuat pada saat adanya upacara adat dan ukurannya yang besar, hal ini meyebabkan keterbatasan pemberian materi pembelajaran budaya bagi Sekolah Dasar tentang seni ukir suku Kamoro dan nantinya akan berdampak pada pelestarian dan pengetahun tentang seni ukir suku Kamoro sebagai seni kerjinan tangan yang ada di Papua, dikarenakan selama ini pengenalan seni ukir suku Kamoro hanya berupa gambar 2 dimensi seperti pada buku,majalah atau foto di internet sehingga pelajar tidak dapat melihat secara keseluruhan dari bentuk seni ukir suku Kamoro yang disetiap bagian dari ukirannya memiliki makna.
Maramowe adalah sebutan bagi pengukir suku Kamoro, tidak sembarang orang bisa jadi Maramowe karena Maramowe ditentukan dari garis keturunan berdasarkan nenek moyang mereka yang biasanya berwujudkan binatang.
Ukiran suku Kamoro terbagi dalam beberapa jenis-jenis ukiran yaitu Mbitoro, Ote Kapa (Tongkat), Pekaro (Piring Makan), Yamate (perisai)
Mbitoro, merupakan ukiran khas suku Kamoro yang menjadi dasar dari jenis ukiranlainya. Motif ukiran yang ada pada seni pahat mbitoro, antara lain: Uturu tani (awan putih berarak), Wake biki (ekor kuskus pohon), Oke mbare (lidah biawak), Upau (kepala manusia), Apakou upau (kepala ular), Ereka kenemu (insang ikan), Ema (tulang ikan), Utu wau (tempat api atau perapian), Moncong Burungtaon-taon (Komai mbiliti), Tawake Kito (insan ikan Hiu), dan Pea bau (kakikura-kura).
Ote Kapa adalah seni ukir yang berbentuk tongkat biasanya digunakan oleh orang yang sudah lanjut usia. Seperti semua karya seni ukir Kamoro, Ote Kapa dibuat dengan keterampilan tinggi dan sarat dengan makna simbolis. Tongkat ini diukir dari kayu bulat dan utuh, sering kali dengan diameter yang cukup besar, dan setiap bagiannya dihiasi dengan ornamen yang melambangkan berbagai aspek kehidupan, alam, serta kekerabatan dan kebersamaan dalam budaya suku Kamoro.
Ote Kapa bukan hanya sebuah objek seni; tongkat ini biasanya digunakan dalam upacara adat dan memiliki nilai spiritual yang mendalam. Diyakini bahwa roh-roh leluhur hadir dalam ukiran tersebut, sehingga penggunaannya sangat terbatas pada konteks ritual dan seremonial. Hanya para pengukir yang disebut Maramowe, yang memiliki garis keturunan khusus, yang bisa membuat ukiran ini. Karena perannya yang sangat sakral, Ote Kapa tidak sering terlihat di luar acara-acara adat, membuatnya menjadi artefak yang jarang dan berharga dalam budaya Kamoro.
Pekaro, dibuat dari jenis kayu yang ringan sehingga mudah dibawah pada saat berkapiri, kerangka Pekaro yaitu tempat makan berbentuk bulat telur, Mbiamu Upau (Kepala kura-kura atau ikan). Pakaro biasanya berbentuk piring makan (atau kadang disebut juga wadah makan). Seperti ukiran-ukiran lainnya dalam budaya Kamoro, Pakaro tidak hanya sekadar objek seni, melainkan sarat dengan makna simbolis dan memiliki nilai spiritual yang mendalam.
Pakaro diukir dari kayu bulat dan utuh, seringkali dengan diameter yang cukup besar, sehingga membutuhkan keterampilan tinggi dalam pahatan. Setiap bagian dari Pakaro dihiasi dengan ornamen yang melambangkan aspek kehidupan alam, makhluk hidup, serta nilai-nilai kekerabatan dan kebersamaan dalam budaya suku Kamoro.
Seperti halnya ukiran-ukiran lain dalam budaya Kamoro, Pakaro juga dipercayai memiliki kehadiran roh-roh leluhur, sehingga penggunaannya terbatas pada konteks upacara adat dan seremonial. Hanya Maramowe, mereka yang memiliki garis keturunan khusus, yang diperbolehkan membuat ukiran Pakaro. Karena perannya yang sangat sakral, Pakaro jarang terlihat di luar acara-acara adat, menjadikannya sebagai objek seni yang langka dan bernilai tinggi dalam budaya suku Kamoro.
Yamate adalah perisai yang menggambarkan kebiasaan berburu atau juga digunakan dalam tarian. Yamate berbentuk perisai dan memiliki kedalaman makna budaya yang sangat penting bagi suku Kamoro.
Dalam proses pembuatannya, Yamate diukir dari kayu bulat dan utuh dengan menggunakan keterampilan tinggi dalam pahatan. Hanya Maramowe, mereka yang memiliki garis keturunan khusus, yang diizinkan untuk membuat ukiran Yamate.
(*)