Timika, APN – Akibat simpang siurnya harga air isi ulang galon, Komisi B DPRD Mimika memanggil Asosiasi Pengusaha Depot Air Minum Isi Ulang (ASPADA) Timika untuk dimintai keterangannya di Kantor DPRD Mimika, Kamis (27/10/2022).
Saat ditemui usai rapat, Ketua Komisi B DPRD Mimika, M. Nurman S. Karupukaro mengatakan, pertemuan tersebut dilakukan untuk mendengar langsung terkait penetapan harga air isi ulang yang dilakukan ASPADA.
“Jadi tadi kami mendengarkan apa yang menjadi keluhan ASPADA, dan kami sudah siapkan waktu untuk mendengarkan semua keterangan dari pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika melalui dinas terkait dan pihak ASPADA dan penjual air tangki,” jelas Nurman saat ditemui wartawan usai pertemuan.
Nurman mengatakan, setelah pertemuan dengan dengan Aspada, pihaknya juga menjadwalkan untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Disperindag Mimika dan Aspada pada minggu depan. Karenanya DPRD meminta masyarakat menunggu kepastian dari pemerintah baik itu peraturan Bupati maupun peraturan daerah terkait dengan pengelolaan air bawa tanah.
“Itu yang kami diskusikan tadi dengan Aspada, mudah – mudahan ada revisi yang baik karena akan mempengaruhi seluruh kegiatan yang bertujuan dengan mengelola air bawa tanah. Ini yang kita akan rapatkan bersama pemerintah, mungkin hari senin atau hari selasa minggu depan,” ungkap Nurman.
Nurman menjelaskan, pihak DPRD perlu memanggil Pemkab Mimika dan Aspada untuk membicarakan kenaikan sesuai dengan regulasi hitungan yang benar – benar langsung dari versi pemerintah dan versi Aspada.
“Sehingga kita akan dapatkan regulasinya benar – benar. Seperti beli di tempat berapa, diantar berapa,” sambungnya.
Sementara Ketua ASPADA Husein mengatakan, kehadiran Aspada kali ini untuk menjelaskan mengenai persoalan harga air isi ulang. Dimana menurutnya, penetapan harga air minum isi ulang Rp 6.000 dilakukan sepihak Disperindag Mimika karena menghilangkan biaya operasional.
“Kami menjelaskan terkait kenaikan harga air isi ulang galon dari Rp 7.000 ke Rp 10.000, selain itu tentang keputusan pemerintah yang menurunkan jadi Rp 6.000. Iya itu juga kami sedikit menyinggung tentang hal itu, dan mereka memahami kenapa sampai terjadi seperti itu,” katanya.