Jakarta, Antarpapua.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan bahwa Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 memberikan ruang bagi kepala daerah untuk tidak dipilih secara langsung oleh rakyat, melainkan melalui mekanisme pemilihan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pernyataan tersebut disampaikan Tito menanggapi wacana perubahan sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang kembali mengemuka.
“Saya hanya bicara aturan saja. Kalau kita lihat Pasal 18B ayat 4 UUD 1945, disebutkan bahwa gubernur, wakil gubernur, wali kota, wakil wali kota, bupati, wakil bupati dipilih secara demokratis. Kata ‘demokratis’ itu tidak secara eksplisit berarti harus langsung,” ujar Tito usai menghadiri rapat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/7).
Menurutnya, sistem demokratis tidak selalu identik dengan pemilihan langsung. Pemilihan melalui DPRD juga dapat dianggap sah sepanjang tetap mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi.
Terkait pandangan Presiden Prabowo Subianto, Tito tidak memberikan pernyataan secara tegas. Namun ia menyebut Presiden memiliki perhatian khusus terhadap biaya politik yang tinggi serta potensi konflik yang kerap terjadi dalam pilkada langsung.
“Pak Presiden melihat biaya yang mahal, potensi konflik tinggi. Kandidat habiskan dana miliaran, lalu ada PSU (Pemungutan Suara Ulang) berkali-kali. Sementara hasilnya belum tentu menghasilkan pemimpin berkualitas,” jelasnya.
Tito mencontohkan beberapa daerah seperti Papua dan Kabupaten Bangka yang harus menggelar PSU meskipun kemampuan fiskalnya terbatas. “Uang habis hanya untuk memilih, padahal bisa digunakan untuk kepentingan rakyat,” tambahnya.
Mendagri memastikan pemerintah masih membuka ruang diskusi untuk membahas mekanisme pilkada ke depan. “Di internal kita ada rapat. Pernah ada rapat. Kita hitung plus minusnya,” ujarnya.
Wacana pilkada melalui DPRD sempat menuai penolakan publik pada masa lalu. Namun, pertimbangan efisiensi anggaran dan stabilitas politik membuat gagasan ini kembali dibicarakan di tingkat elite pemerintahan. (Redaksi)
