Angka Kemiskinan di Timika Tahun 2022 Meningkat 14,28 Persen

Antar Papua
Seorang konsumen saat berbelanja kebutuhan pangan di Pasar Sentral Timika. (Foto: Wahyu/antarpapua.com).

Timika, Antarpappua.com – Angka kemiskinan di Kabupaten Mimika pada tahun 2022 mencapai 14,28 persen, dari angka pada tahun sebelumnya 14,17 persen. Atau pada angka absolutnya dari 30.950 naik menjadi 31.580 di tahun 2022.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mimika, Ouceu Satyadipura menyebutkan, garis kemiskinan di Kabupaten Mimika merupakan yang tertinggi nomor 2 di Papua setelah kota Jayapura.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan, dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah, penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.

Ouceu menerangkan, beberapa teori digunakan untuk menentukan jumlah garis kemiskinan. Seperti halnya pada tahun 2021, batas garis kemiskinan berada pada angka Rp 936 ribu sekian, kini menjadi satu juta dua ribu sekian. Perubahan batas garis kemiskinan ini, mengakibatkan angka kemiskinan menjadi naik.

“Jadi karena batas miskinnya itu dinaikkan, otomatis jumlah miskinnya jadi tambah banyak karena batasnya naik. Jadi yang dulu di bawah Rp 936 ribu itu miskin per orang sekarang itu, di bawah Rp 1 200.000., itu miskin. Jadi batas kemiskinannya itu naik otomatis jumlah orang miskin tambah banyak,” terang Ouceu, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (21/08/2023).

Ouceu menjelaskan, Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Oleh karena itu, penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan, yang disetarakan dengan 2.200 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi, seperti padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain.

Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Baca Juga |  Angka Kemiskinan Terus Melonjak, Dewan Minta Dinas Terkait Perhatikan Para Penganggur

Tahap pertama adalah, menentukan kelompok referensi (reference populaion) yaitu 20 persen penduduk yang berada diatas Garis Kemiskinan Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marginal. GKS dihitung berdasar GK periode sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan, yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2.200 kilokalori perkapita perhari.

Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.

Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk.

Nilai kebutuhan minimum perkomoditi/sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut, terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi.

Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKP 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibanding data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis dapat diformulasikan.

Sementara itu, terkait Mimika menjadi daerah dengan angka kemiskinan tertinggi nomor 2 di Papua, dikarenakan inflasi atau pergerakan harga barang yang melunjak naik.

“Jangan salah, harga Timika nomor 2 paling tinggi se-Papua setelah kota Jayapura. Terasa di sini mahal banget kan,” kata Ouceu.

Ia melanjutkan, dengan melunjaknya inflasi tersebut, masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah akan berpikir untuk memboyong bahan pangan yang dibutuhkan. Mereka akan cenderung mengurangi jumlah barang yang dibeli atau menambah pengeluarannya.

“Jadi dua sisi yang kita coba dekati dan akhirnya kita dapat angka yang seperti ini,” ujarnya.

Baca Juga |  BPS Mimika Rilis Perkembangan IHK Februari 2024

Kata dia, meskipun dengan angka kemiskinan tersebut, tidak bisa dikatakan pemerintah daerah tidak berhasil. Pasalnya, rata-rata angka inflasi di berbagai daerah kini diatas 5 persen dan melampaui angka inflasi di Kabupaten Mimika yang pada Juli lalu berada di angka 4,6 persen. Bahkan, pergerakan inflasi bulan di Timika per bulannya relatif stabil.

Namun, ia mengatakan bahwa intervensi pemerintah juga harus terlihat. Ia meyakini, andai kata tidak ada pasar murah di Timika, harga barang di Kabupaten Mimika akan terus melambung tinggi. Pasar murah sendiri merupakan salahsatu dari upaya pemerintah daerah, untuk menekan inflasi di Kabupaten Mimika.

“Di 2020 angka kemiskinannya menyentuh angka 14,26, di 2021 turun ke 14,17 terus naik lagi ke 14,28,” ungkap Ouceu..

Ouceu bilang, untuk faktor penyebab naiknya angka kemiskinan di Mimika pada tahun 2022 sendiri, salahsatu penyebabnya adalah kondisi ekonomi yang sudah mulai stabil hingga harga barang yang meroket.

Sementara itu, untuk tahun 2023 diperkirakan, berdasarkan situasi yang ada sekarang, melihat pergerakan harga dari inflasi itu sendiri diperkirakan akan ada kenaikan angka kemiskinan namun tidak signifikan, bergantung dari sisa bulan yang ada hingga Desember mendatang.

Hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah sebagai langkah-langkah pencegahan adalah, melakukan langkah-langkah penekanan inflasi seperti pasar murah, mengamankan jalur distribusi barang baik dari luar ke dalam maupun distribusi barang di dalam Kabupaten Mimika.

Ouceu juga menyebutkan, pemerintah juga harus membuat suatu payung hukum, agar memberikan efek jerah kepada para pedagang besar yang melakukan pengumpulan barang hingga mengakibatkan kekosongan stok di Timika barulah dilepaskan dengan harga yang melambung.

“Banyak yang bisa kita lakukan, tapi menurut saya, peningkatan presentasi kemiskinan mungkin terjadi tapi dalam jumlah yang kecil,” pungkasnya.

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News