Timika, Antarpapua.com – Sebanyak delapan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yaitu, Raperda Tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Lokal, Raperda tentang Perlindungan Seni dan Budaya, Raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat, Raperda tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, Raperda tentang Penanaman Modal, Raperda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, Raperda tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Mimika Pada BUMD PT Bank Pembangunan Daerah Papua, dan Reperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Mimika kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mimika untuk dibahas dan disahkan.
Penyerahan 8 materi Raperda Non APBD Tahun 2023 dilakukan dalam Rapat Paripurna Pembukaan Paripurna I Masa Sidang III DPRD Kabupaten Mimika Tentang Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Non APBD Tahun 2023 di Ruang Sidang Kantor DPRD Mimika, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Rabu (15/11/2023). Rapat Paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPRD Mimika, Anton Bukaleng, SSos MSi didampingi Wakil Ketua I, Aleks Tsenawatme, SAB.
Rapat paripurna tersebut selain di hadiri oleh Bupati Mimika. Dr Eltinus Omaleng, SE MH, juga Pj Sekda Mimika, Robert Mayaut, para pimpinan Forkopimda, para kepala OPD di lingkup Pemkab Mimika, pimpinan BUMN, BUMD, para pimpinan Parpol dan undangan lainnya.
Bupati Dr Eltinus Omaleng dalam penyampaiannya mengatakan, dari delapan Raperda Non APBD yang diusulkan Pemerintah kabupaten Mimika, tiga di antaranya merupakan Ranperda yang merupakan hak inisiatif dewan dan Lima lainnya adalah usulan dari pemerintah daerah.
Eltinus Omaleng menjelaskan, atas Raperda Tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Lokal, bahwa Rancangan Perda ini dibuat berdasarkan amanat dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dimana bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu urusan wajib yang kewenangan penyelenggaraannya diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota.
Kedua, penjelasan atas Raperda tentang Perlindungan Seni dan Budaya, bahwa Kabupaten Mimika memiliki seni dan budaya daerah yang perlu dilakukan upaya pemajuan melalui perlindungan dan pelestarian untuk memperkokoh jati diri, martabat dan menumbuhkan kebanggaan daerah yang dapat mempererat persatuan dan kesatuan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah.
“Bahwa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, dimana bidang kebudayaan merupakan salah satu urusan wajib yang kewenangan penyelenggaraannya diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota,”sebutnya.
Ketiga kata Bupat, atas Raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, bahwa perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya dan hak asal usul, sebagai wujud penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia dalam berdasarkan prinsip Negara Kesatuan Republlik Indonesia Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
“Bahwa sangat perlu untuk menjamin pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat atas tanah, wilayah, budaya dan sumberdaya alam lainnya bersifat komunal yang diperoleh secara turun temurun maupun yang diperoleh, melalui mekanisme lain yang sah menurut hukum adat,”ungkapnya.
Untuk Raperda Tentang Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, kata dia, dalam rangka memberikan kepastian hukum dalam berusaha, meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha serta menjaga kualitas perizinan berusaha dan non perizinan, yang dapat dipertanggungjawabkan secara cepat, mudah dan terintegrasi, transparan, efisien, efektif dan akuntabel.
Kelima, penjelasan atas Raperda tentang Penanaman Modal, bahwa penyelenggaraan penanaman modal di daerah merupakan penggerak perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja dan peningkatan daya saing daerah, sehingga perlu diciptakan suatu iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, kepastian hukum, keadilan dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi daerah.
Keenam, tentang Raperda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah bahwa pengelolaan atas barang milik daerah selalu mengalami perkembangan dan permaslahannya juga semakin kompleks. Oleh karena itu perlu diatur agar dalam pengelolaannya dapat secara optimal, efektif dan efisien. Bahwa pengaturan atas barang milik daerah merupakan pelaksanaan dari amanat Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pemgelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Pasal 511 Ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Terkait Raperda tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Mimika Pada BUMD PT Bank Pembangunan Daerah Papua, bahwa dalam rangka peningkatan pendapatan daerah, pertumbuhan perekonomian daerah perkembangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemerintah melakukan penyertaan modal guna menginvestasikan sejumlah dana pada Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah Papua. Hal ini sesuai dengan amanat Pasal 78 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa penyertaan modal daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah mengenai Penyertaan Modal.
Terakhir, Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, maka Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, dan jangka waktu sampai tahun 2024 untuk daerah segera membentuk Peraturan Daerah yang baru sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
Sementara Ketua DPRD Mimika, Anton Bukaleng dalam sambutannya mengatakan, bahwa perencanaan, persiapan, tehnik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan pengundangan dan penyebarluasan. Satu hal yang juga perlu dilakukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pengharmonisasian.
“Pengharmonisasian merupakan proses tahapan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan guna menjaga keselarasan, kemantapan, dan kebulatan konsepsi, agar peraturan perundang-undangan berfungsi secara baik dan tidak terjadi tumpang tindih peraturan. Menyinggung salah satu peraturan daerah yang di usulkan tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, maka hal tersebut tidak kalah pentingnya dengan peraturan daerah yang lainnya, karena harus diakui tradisional masyarakat adat lahir dan telah ada sebelum pembentukan pemerintaan daerah Kabupaten Mimika ini. Dengan demikian, untuk melaksanakan perlindungan dan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, maka seharusnya hukum dan kebijakan pembangunan di kabupaten Mmika hendaknya memberikan perhatian secara khusus terhadap hak-hak masyarakat hukum adat,”ungkap Anton Bukaleng.