Timika, antarpapuanews.com – Forum Pemilik Hak Sulung (FPHS) tiga kampung Tsinga Waa banti dan Aroanop (Tsingwarop) meminta kepada Bupati Mimika dan DPRD Mimika patuhi perjanjian induk divestasi saham Freeport yang di buat antara menteri keuangan, menteri ESDM, Gubernur Papua dan Bupati Mimika beberapa waktu lalu.
Sekretaris I FPHS Tsingwarop Yohan Singgonao menjelaskan bahwa dalam perjanjian induk tersebut disebutkan saham 10 persen akan dibagi menjadi 2 bagian yakni provinsi dan kabupaten.
“Pembagian itu provinsi 3 persen Kabupaten 7 persen. Kemudian di dalamnya (7 persen) ada bagian untuk pemilik hak ulayat dan korban permanen,” ujar Yohan saat melakukan jumpa pers di Honai FPHS jalan C Heatubun, Jumat (2/10).
Yohan melanjutkan, Pada tahun 2019 provinsi menetapkan bahwa 4 persen dari bagian kabupaten adalah milik FPHS. Hal tersebut didukung adanya Perda nomor 7 tahun 2018.
“Yang kami minta bukan hanya Bupati Mimika untuk tidak ingkar kepada perjanjian induk, juga DPRD Mimika melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) dalam plenonya penyusunan Perda harus mengacu kepada perjanjian induk dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) hak ulayat yang sedang di proses di Provinsi,” jelasnya.
Yohan menegaskan pihaknya meminta kepada Gubernur Papua tidak menandatangani Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) sebelum memuat seluruh masyarakat adat pemilik hak sulung Tsingwarop sekaligus pemilik hak ulayat. Karena tidak sesuai dengan aturan dan tidak melibatkan masyarakat adat pemilik hak ulayat.
“Kita masyarakat adat Tsingwarop ingin bahwa semua berjalan diatas regulasi aturan yang ada di Republik Indonesia ini,” tegasnya.
Sementara ketua FPHS Tsingwarop, Yafet Mangga Beanal menambahkan pihaknya menegaskan bahwa FPHS harus di libatkan dalam perumusan Perdasi atau Perdasus divestasi saham Freeport.
“Sebenarnya kita tidak mau adanya konflik tetapi Bupati Mimika dan Ketua DPRD sendiri mereka buat masalah. Ketika sampai di Mimika, kita tidak dilibatkan padahal selama ini kami yang berjuang dan negara mengakui 4 persen adalah hak kami,” tuturnya.
Menurutnya Bupati Mimika yang juga anak adat Tsingwarop seharusnya ikut berjuang untuk kepentingan masyarakat tiga kampung bukan berjuang untuk dirinya sendiri.
“Harusnya kita sebagai anak tiga kampung duduk sama-sama bicarakan 4 persen untuk pemilik hak ulayat tentang bagaimana pembagiannya. Tetapi apa, Bupati malah menghindar dari kami, kenapa?,” ungkapnya.
Lanjutnya, aksi-aksi yang dilakukan oleh FPHS adalah bentuk perjuangan dari masyarakat pemilik hak ulayat. Hal tersebut dilakukan karena Bupati Mimika tidak peduli terhadap hak masyarakat pemilik hak ulayat. (Aji)