Kejaksaan Negeri Mimika Gandeng DP3AP2KB, Agar Masyarakat “Melek” Hukum KDRT dan Anak

Antar Papua
Advertisements
Advertisements
Advertisements
Advertisements
Eko Winarno, saat menjelaskan kepada peserta Kegiatan Sosialisasi KDRT dan Perlindungan Hukum Terhadap Anak, di Hotel Grand Tembaga, Senin (9/11)

Timika, antarpapuanews.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Mimika gandeng Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Mimika lakukan penyuluhan dan penerangan hukum sosialisasi KDRT dan perlindungan hukum terhadap anak.

Kepala Seksi Intel Kejari Mimika, Eko Winarno mengatakan tujuan kegiatan yang digelar adalah untuk memberikan pemahaman hukum kepada masyarakat sehingga lebih memahami hukum dan menjauhi hukuman, terutama tentang KDRT dan kekerasan seksual terhadap anak.

“Masyarakat yang melek hukum kalau sudah diberikan pemahaman hukum tentunya akan menjauhi hukum,” kata Eko ketika ditanya wartawan seusai kegiatan yang digelar di Hotel Grand Tembaga, Senin (9/11).

Baca Juga |  16 Wartawan Asal Timika Ikuti Pelatihan Peliputan PON XX

Eko menjelaskan KDRT kerap kali terjadi di Mimika, tidak hanya itu, kasus lain yang juga kerap terjadi adalah kekerasan seksual terhadap anak. Sehingga menurutnya pemahaman hukum harus diberikan agar masyarakat bisa menjauhi tindakan tersebut.

Dijelaskan KDRT merupakan setiap perbuatan seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, psikologis, termasuk kekerasan seksual, penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan arah perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Ia menjelaskan, KDRT bukan semata kekerasan fisik seperti menampar atau memukul, melainkan juga kekerasan mental (membentak, penghinaan, kata-kata menyakitkan), juga kekerasan ekonomi seperti larangan bekerja, tidak memberikan nafkah, mengontrol pendapatan istri dan juga kekerasan seksual seperti pemerkosaan, dan pornografi.

Lanjutnya, kekerasan dalam hal ini KDRT terkadang bisa dilakukan restorative justice atau suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri, namun tidak bagi kekerasan seksual terhadap anak.

“Kekerasan seksual tidak bisa direstorative justice karena ancamannya diatas 5 tahun. Proses persidangan harus dilakukan dan berjalan. Restorasi justice juga ada pengecualian dan tidak serta merta semua kasus bisa,” kata Eko.

Baca Juga |  Wabub Temukan Hal Baru Dari Tiga Hari Monitoring di Sekolah SMA-SMK

Sebagai orang tua, kata Eko, harus mampu memberikan contoh yang baik kepada anak, sehingga tumbuh kembang anak juga baik.

Sementara itu kepala Dinas (DP3AP2KB) Mimika, Maria Rettob mengatakan angka kekerasan seksual terhadap anak di Mimika sangat tinggi, dan belakangan ini Timika marak sekali terjadi kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur yang dilakukan oleh ayah kandung sendiri, ayah tiri serta orang-orang terdekat korban.

Di tahun 2020 terhitung mulai Januari hingga awal November 2020 mencatat sudah ada 33 kasus kekerasan yang ditangani P3AP2KB.

Dari 33 kasus itu, 13 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), sedangkan 20 kasus kekerasan anak seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik dan penelantaran.

Untuk mengurangi angka kekerasan (KDRT dan Seksual Anak) pemerintah selain bekerjasama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan dalam memberikan pemahaman hukum, pemerintah juga menggandeng tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh perempuan dan tokoh pemuda untuk sama-sama mengawasi setiap tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan. (Eye)

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News