Antarpapua.com – Waisak adalah hari suci bagi agama Buddha. Di berbagai negara, hari Waisak juga turut dirayakan, contohnya seperti Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Saga Dawa di Tibet, Visakha Bucha di Thailand, Vesak di Sri Lanka, Vesak di Malaysia dan Singapura. Menurut buku Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti (2012) yang ditulis oleh Boechari, di beberapa tempat perayaan, Waisak juga dikenal sebagai Hari Buddha.
Hari Raya Waisak, biasanya dirayakan pada bulan Mei setiap tahun atau tepatnya ketika terjadi bulan purnama. Pada umumnya, Waisak dijadikan sebagai hari libur nasional pada sejumlah negara di Asia Tenggara, tidak terkecuali di Indonesia.
Sejarah Hari Raya Waisak
Waisak ditandai sebagai tiga peristiwa penting yang terjadi pada sang Buddha Gautama atau Guru Agung bagi umat Buddha. Tiga peristiwa tersebut ditandai dengan kelahiran sang Buddha Gautama yang berjalan menuju pencerahan sempurna serta keberangkatan sang Buddha. Tiga peristiwa tersebut, kemudian dikenal sebagai Hari Tri Suci Waisak.
Setiap tahunnya, hari raya Waisak jatuh pada tanggal yang berbeda, tetapi umumnya pada bulan Mei atau bergantung pada penandaan kalender Buddha atau Buddhist Era (BE).
Waisak merupakan sebuah festival yang dirayakan oleh umat Buddha untuk merayakan Buddha Gautama yaitu Guru Agung atau Guru Spiritual pada sekitar abad ke 5 SM.
Buddha Gautama juga dikenal sebagai Siddharta Gautama yang dilahirkan sebagai guru dan memiliki pemikiran, bahwa kemewahan serta kekayaan tidak akan menjamin kebahagiaan seseorang.
Siddhartha Gautama mendapatkan pencerahan di bawah pohon Bodhi yang berada di Bodh Gaya dan pohon tersebut saat ini menjadi tempat bersejarah bagi agama Buddha di India. Buddha Gautama sendiri dikisahkan berkeliling sebagai seorang tunawisma serta belajar bermeditasi selama kurang lebih enam tahun lamanya.
Dalam perjalanan tersebut, sang Buddha selalu belajar serta mempraktikan kehidupan asketisme yaitu sebuah kehidupan tanpa adanya kenikmatan duniawi demi memperoleh keuntungan spiritual.
Usai mendapatkan pencerahan dengan sempurna, Buddha Gautama kemudian mengajarkan pada orang lain untuk menuju pada jalan kebebasan dari segala ketidaktahuan, keluar dari segala nafsu keinginan serta lahir kembali usai penderitaan.
Kemudian, pada tahun 1950, Sri Lanka mengadakan sebuah konferensi pertama tentang Persekutuan Buddhis Sedunia atau disebut pula sebagai World Fellowship of Buddhists untuk memutuskan perayaan Waisak sebagai hari lahir Buddha di beberapa negara sekaligus. Sejarah singkat dari kehidupan Buddha Gautama, pada akhirnya menjadi nilai dan sejarah penting bagi umat Buddha, seperti kelahiran untuk menuju pencerahan yang sempurna serta perjalanan kematian sang Buddha Gautama.
Sang Buddha telah menyebarkan agama Buddha ke seluruh belahan dunia, akan tetapi di setiap negara, cara perayaan maupun waktu pelaksanaan hari Waisak ini berbeda-beda.
Contohnya pada tahun 2022, Waisak jatuh pada 8 Mei di Vietnam, China, Filiphina. Sementara itu, umat Buddha di Singapura, Sri Lanka, dan Thailand merayakan hari Waisak pada 15 Mei. di Indonesia, India dan Nepal, hari raya Waisak jatuh pada 16 Mei.
Makna Hari Raya Waisak
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perayaan Waisak tidak hanya merayakan perjalanan serta kematian sang Buddha. Akan tetapi ada makna di balik perayaan tersebut. Hari Raya Waisak memiliki makna yang sangat dalam dan kaya dalam tradisi agama Buddha. Berikut adalah beberapa makna utama dari perayaan ini:
- Peringatan Tiga Peristiwa Penting:
Kelahiran Buddha: Kelahiran Siddhartha Gautama di Lumbini menandai munculnya seorang tokoh besar yang kemudian dikenal sebagai Buddha, yang membawa ajaran yang telah mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia.
Pencerahan Buddha: Pencapaian pencerahan oleh Siddhartha Gautama di Bodh Gaya merupakan momen penting di mana beliau mencapai pemahaman mendalam tentang hakikat kehidupan, penderitaan, dan jalan menuju pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian (samsara).
Parinirvana Buddha: Kematian atau parinirvana Buddha di Kushinagar menandakan akhir dari kehidupannya sebagai manusia dan pencapaian Nirvana, yaitu pembebasan total dari siklus samsara. - Refleksi Spiritual dan Pencerahan Diri: Waisak adalah waktu bagi umat Buddha untuk merenungkan ajaran-ajaran Buddha dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini termasuk praktik meditasi, pengembangan kebijaksanaan, kasih sayang, dan moralitas. Umat Buddha diajak untuk mengingat pentingnya mencapai pencerahan pribadi dengan mengikuti delapan jalan kebenaran (Noble Eightfold Path) yang diajarkan oleh Buddha.
- Amal dan Kasih Sayang: Hari Raya Waisak juga menekankan pentingnya beramal dan berbuat baik. Umat Buddha biasanya memberikan donasi kepada orang yang membutuhkan, berdana kepada vihara, dan melakukan berbagai tindakan kebaikan lainnya. Tindakan ini mencerminkan nilai kasih sayang dan kebajikan yang diajarkan oleh Buddha, serta membantu mengurangi penderitaan orang lain.
- Penguatan Komunitas: Waisak adalah momen bagi komunitas Buddha untuk berkumpul, memperkuat ikatan sosial, dan bersama-sama merayakan ajaran Buddha. Melalui kegiatan bersama seperti puja bhakti, meditasi, dan prosesi, komunitas dapat saling mendukung dan memperkuat praktik keagamaan mereka.
- Penghormatan dan Penghargaan: Umat Buddha menggunakan Hari Raya Waisak untuk menghormati Buddha, Dharma (ajaran Buddha), dan Sangha (komunitas monastik). Penghormatan ini dapat dilakukan melalui berbagai ritual seperti upacara puja, penghormatan relik, dan pembacaan sutra.
- Peringatan akan Sifat Kehidupan yang Sementara: Melalui refleksi tentang kelahiran, pencerahan, dan kematian Buddha, umat Buddha diingatkan akan sifat sementara dari kehidupan dan pentingnya mencapai pencerahan untuk membebaskan diri dari siklus kelahiran kembali.
- Penghargaan Budaya: Perayaan Waisak juga menjadi kesempatan untuk merayakan dan melestarikan warisan budaya Buddha yang kaya, termasuk seni, musik, dan tradisi.
Secara keseluruhan, Hari Raya Waisak adalah waktu yang sarat makna spiritual, sosial, dan budaya bagi umat Buddha di seluruh dunia. Perayaan ini bukan hanya momen untuk mengenang sejarah, tetapi juga untuk merenungkan dan menghidupkan ajaran-ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari. (*)