Timika, Antarpapua.com – Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Maximus Tipagau-Peggi Patrisia Pattipi (MP3) bersama tim hukum mereka, menyatakan akan menempuh jalur hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sejumlah pelanggaran yang terjadi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Mimika untuk periode 2024-2029.
Dalam konferensi pers yang digelar di Somatua Training Center pada Selasa, 10 Desember 2024, Maximus-Peggi mengungkapkan adanya praktek politik yang tidak sehat dalam pelaksanaan Pilkada tersebut. Mereka menilai adanya pelanggaran yang melibatkan berbagai sektor, mulai dari administrasi, pemerintahan, keamanan, hingga penyelenggara pemilu (KPU). Paslon MP3 menegaskan bahwa Pilkada Kabupaten Mimika tidak mencerminkan prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi.
“Kami merasa sangat sedih melihat Pilkada di Kabupaten Mimika yang seharusnya menjadi pesta rakyat, justru menjadi ajang ketidakadilan. Kami ingin memberikan pembelajaran politik kepada masyarakat Papua, khususnya di Kabupaten Mimika,” ungkap Maximus.
Paslon Maximus-Peggi juga menuntut keadilan kepada pemerintah pusat, mengingat otonomi khusus yang telah diberikan kepada Orang Asli Papua. Mereka merasa hak-hak mereka telah dirampas dan dipaksakan untuk direbut dalam pelaksanaan Pilkada tersebut.
“Seperti inikah perlakuan yang diberikan pemerintah kepada kami, padahal sudah ada otonomi khusus untuk Orang Asli Papua? Kami ingin pemimpin daerah Kabupaten Mimika berasal dari Orang Asli Papua. Kami mengajak semua pendukung MP3 untuk tetap tenang. Pilkada Kabupaten Mimika belum berakhir. Kami akan menempuh jalur hukum ke MK, dan kami optimis akan menang karena kami memiliki bukti yang lengkap,” tegas Maximus.
Ketua Tim Hukum MP3, Supriyanto Teguh Sukma, menjelaskan bahwa gugatan ke Mahkamah Konstitusi akan berfokus pada sengketa proses Pilkada. Tim hukum MP3 menyoroti dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang diduga dilakukan dalam proses pemilu di Kabupaten Mimika. Mereka juga menilai adanya unsur kesengajaan dalam membiarkan praktek-praktek kecurangan ini.
“Penyelenggara Pilkada telah melanggar kode etik profesi mereka. Kami lebih fokus pada sengketa proses ini, karena segala bentuk pelanggaran pidana pemilu harus ada konsekuensi hukumnya,” ujar Supriyanto.
Sementara itu, Simon Kasamol, salah satu anggota Tim Hukum MP3, mengungkapkan berbagai praktek buruk yang ditemukan, seperti penempatan anggota KPPS yang berpihak pada calon tertentu dan praktek balas jasa untuk memenangkan pasangan tertentu. Mereka berharap agar praktek-praktek tersebut berakhir di wilayah Papua Timur dan menuntut agar Mahkamah Konstitusi mengambil langkah tegas.
“Kami berharap Mahkamah Konstitusi akan memutuskan dengan adil dan menegakkan hukum, terutama terkait pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam Pilkada ini,” kata Simon.
Tim hukum juga menyinggung soal implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus, yang mengatur hak-hak politik Orang Asli Papua. Mereka meminta pemerintah untuk menegakkan asas desentralisasi dan afirmatif bagi Orang Asli Papua dalam bidang politik, termasuk dalam Pilkada Kabupaten Mimika.
“Undang-Undang Otonomi Khusus seharusnya memberi jaminan hak-hak politik bagi Orang Asli Papua. Kami akan terus mengawal pasangan Maximus Tipagau dan Peggi Patrisia Pattipi hingga ke Mahkamah Konstitusi untuk memastikan hak-hak politik kami dihormati,” ujar Tim Hukum MP3.
Pasangan Maximus-Peggi berharap melalui langkah hukum ini, negara dapat memberikan perlindungan dan keadilan bagi Orang Asli Papua, khususnya dalam pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Mimika. Mereka optimis bahwa Mahkamah Konstitusi akan memberikan putusan yang adil, sesuai dengan hak-hak politik yang seharusnya mereka terima sebagai bagian dari implementasi otonomi khusus. (Redaksi)