Timika, APN – Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika akan melakukan peninjauan kembali soal rasionalisasi tenaga kesehatan honorer yang akhirnya menuai protes keras.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, Reynold Ubra mengatakan pihaknya akan kembali melihat permasalahan tersebut. Karena tenaga honorer di lingkup Dinkes Mimika dikurangi sebanyak 300 orang berdasarkan penilaian kinerja yang dilakukan kepala puskesmas.
“Karena ada tingkat pihak yang bekerja, yakni ada puskesmas yang mengusulkan ke dinas yang melanjutkan ke BKD kemudian SKnya di terbitkan. Tentu saja rasionalisasi yang dilakukan di puskesmas itu disesuaikan dengan analisa beban kerja,” kata Reynold kepada wartawan di Mile 32, Selasa (12/4/2022).
Menurut Rey, kepala puskesmas yang menilai tenaga dibutuhkan atau tidak, jika tidak maka itu bisa dilakukan pemutusan kontrak kerja atau diserahkan ke dinas kesehatan untuk dilakukan rotasi ke wilayah lain yang membutuhkan.
Reynold juga mengakui setelah SK terhitung 1 April ada nama-nama yang diusulkan justru tidak sesuai.
“Inilah yang kita akan diskusikan untuk kembali melihat lagi. Memang untuk tenaga kesehatan kita tidak bisa samakan dengan tenaga di OPD lain karena selain geografi kemudian kita juga lihat kebutuhan terkait dengan jenis tenaga dan juga kita lihat di era jaminan kesehatan nasional ini harus dipenuhi oleh pemerintah daerah,” jelasnya.
Ia mengaku akan terus berusaha untuk mencari solusi dan meninjau kembali bersama-sama dengan tim dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
“Saya kira ini tinggal duduk bersama satu meja untuk mendiskusikan ini,” ungkapnya.
Persoalan yang terjadi kata Rey adalah hasil evaluasi tim anggaran provinsi Papua, yang menyebutkan pembiayaan kesehatan menghabiskan dana Rp 200 miliar lebih sementara program hanya Rp 100 miliar lebih.
“Rp 200 Miliar itu untuk membayar gaji tenaga saja, bayangkan saja kalau dengan kita lihat jumlah tenaga sudah 1000 lebih, hari ini kan TPP sudah naik tidak hanya berdasarkan jenis tapi tempat atau jarak jauh sangat sulit, karena Itu tentu saja belanja pegawai akan lebih tinggi dibanding belanja kesehatan,” kata Reynold.
Tahun lalu honorer nakes berjumlah 869, kini sesuai SK tersisa 500 orang, dengan angka tersebut menurut Rey pihaknya juga belum bisa memastikan apakah pelayanan kesehatan akan efektif atau tidak sebab, SK baru diserahkan dan honorer baru mulai bekerja.
“Ini memang harus didiskusikan sama-sama dengan dinas kesehatan karena kalau kita lihat kebutuhan tenaga ini kan dinas kesehatan punya beberapa skenario, melihat kepadatan penduduk, melihat geografis dan dari pengembangan, karena sekarang ini kan ada pengembangan pelayanan kesehatan,” pungkasnya.