Studi MIT: Ketergantungan pada ChatGPT Bisa Melemahkan Fungsi Otak dan Kreativitas

Antar Papua
Ilustrasi ChatGPT. (Foto: Internet)

Antarpapua.com — Sebuah studi terbaru dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) Media Lab mengungkap dampak mengkhawatirkan dari penggunaan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT terhadap fungsi kognitif manusia. Temuan ini menunjukkan bahwa ketergantungan pada teknologi AI dapat menurunkan aktivitas otak, melemahkan kreativitas, dan mengurangi pemikiran orisinal.

Dalam riset berjudul “Your Brain on ChatGPT” yang dipublikasikan pada 10 Juni 2025 dan dilansir USA Today, para peneliti menganalisis aktivitas otak dan kinerja menulis 54 partisipan berusia 18 hingga 39 tahun. Mereka dibagi secara acak dalam tiga kelompok: satu kelompok menggunakan ChatGPT, kelompok kedua menggunakan mesin pencari Google, dan kelompok ketiga menulis tanpa bantuan teknologi.

Mereka ditugaskan untuk menulis esai SAT—tes masuk perguruan tinggi di Amerika Serikat—selama tiga sesi. Pada sesi keempat, peran kelompok dibalik: kelompok yang semula menggunakan ChatGPT menulis tanpa bantuan teknologi, sedangkan kelompok yang sebelumnya tanpa bantuan kini diperbolehkan menggunakan chatbot AI.

Temuan Utama: Turunnya Aktivitas Otak dan Ide Orisinal

Hasilnya cukup mencengangkan. Kelompok yang mengandalkan ChatGPT menunjukkan penurunan signifikan dalam aktivitas otak, terutama di area yang berkaitan dengan bahasa dan pemikiran kritis. Esai yang dihasilkan juga dinilai minim kreativitas, tidak orisinal, dan tampak seperti hasil copy-paste. Bahkan, semakin sering mereka menulis dengan bantuan AI, semakin malas dan tidak termotivasi mereka untuk menghasilkan ide-ide baru.

Baca Juga |  WhatsApp Hadirkan Fitur Baru pada Status dengan Beragam Jenis dan Warna Font, Mirip Instagram Stories!

“Esai yang ditulis oleh kelompok ChatGPT hampir semua seragam dan tidak menunjukkan jiwa atau pemikiran unik,” ungkap para peneliti. Mereka menekankan bahwa meskipun AI menawarkan kemudahan luar biasa, dampaknya terhadap perkembangan kognitif dan kemandirian intelektual perlu ditelaah secara serius.

Dampak Jangka Panjang terhadap Perkembangan Otak

Nataliya Kosmyna, peneliti utama dalam studi ini, menekankan bahwa meskipun riset ini belum melalui proses peer review dan melibatkan sampel kecil, temuan awal tetap penting. Ia menyuarakan kekhawatiran terhadap kecenderungan masyarakat yang semakin bergantung pada AI dalam kehidupan sehari-hari.

“Otak yang sedang berkembang berada dalam risiko tertinggi,” ujar Kosmyna kepada Time. Ia memperingatkan bahwa penggunaan AI secara berlebihan, terutama di kalangan muda, dapat menghambat kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah dalam jangka panjang.

Penelitian Lanjutan: Dunia Pemrograman Juga Terpengaruh

Kosmyna dan timnya kini tengah memperluas penelitian mereka ke bidang rekayasa perangkat lunak dan pemrograman. Mereka menganalisis aktivitas otak para peserta yang menulis kode dengan atau tanpa bantuan AI. Hasil sementara menunjukkan dampak yang bahkan lebih buruk dibandingkan aktivitas menulis esai.

Baca Juga |  Bahasa Pemrograman yang Paling Banyak Digunakan Saat Ini

“Efisiensi kerja memang meningkat, tetapi kemampuan dasar seperti berpikir mandiri, kreativitas, dan pengambilan keputusan justru menurun,” ujarnya. Temuan ini menjadi catatan penting bagi banyak perusahaan yang tengah mempertimbangkan penggantian tenaga kerja pemula dengan AI.

Catatan Penting bagi Dunia Pendidikan dan Industri

Studi ini menjadi peringatan dini bagi dunia pendidikan dan industri digital. Integrasi teknologi AI dalam proses belajar dan bekerja sebaiknya disertai dengan pendekatan bijak. Meningkatkan efisiensi tak boleh mengorbankan proses berpikir mendalam dan pembangunan kapasitas otak manusia.

“Di masa transisi teknologi ini, penting bagi kita memahami dampak kognitif dari AI dan menjaga keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan pengembangan kemampuan manusia,” tutup Kosmyna. (cnnindonesia.com/Antarpapua.com)

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News