Timika, APN – Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Mimika menyebut dari kasus kecelakaan yang terjadi di Mimika kebanyakan disebabkan oleh tiga faktor.
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan Timika, George Leo Mercy Randang menjelaskan terjadinya musibah atau kecelakaan laut yang dicatat oleh pihaknya banyak disebabkan oleh faktor cuaca dan kesalahan manusia (human error) juga kesiapan alat keselamatan.
“Masalah – masalah ini (tiga faktor di atas) yang menjadi temuan kami dilapangan dan coba untuk dalami pada insiden yang banyak terjadi di Wilayah Timika – Asmat, Asmat – Timika dan Kaimana, dan salahsatu poinnya adalah faktor alam,” ungkapnya saat ditemui APN di ruang kerjanya, Senin (07/03/2022)
George menjelaskan, jika dilihat dari kondisi kapal ditemukan rata-rata masyarakat atau nelayan punya kebiasaan merasa aman dengan keadaan (kapal seadanya), tapi tidak mengetahui perubahan kondisi geografis. Sehingga perlu adanya kesiapan aset atau perahu yang digunakan.
“Mereka berpikir dengan perahu sederhana itu aman – aman saja, tapi ternyata membawa bahaya bagi mereka. Itu juga penyebabnya, salah satu contohnya perahu-perahu yang harusnya tidak boleh keluar di lautan lepas, itu digunakan melewati jalur yang ekstrim sehingga pasti akan terjadi mogok kapal,” terangnya.
George menambahkan jaket keselamatan atau pelampung adalah hal yang sangat penting untuk dimiliki guna meminimalisir risiko jika sesuatu terjadi pada kapal.
“Apalagi wilayah-wilayah untuk mencari ikan ini adalah nelayan – nelayan kecil dengan mengunakan perlengkapan seadanya. Ini yang banyak ditemukan, termasuk juga dengan speedboat yang digunakan oleh pengusaha-penguasaha juga harus memperhatikan kondisi kapal serta mesinnya,” ujar George.
George menilai kapal – kapal yang layak berlayar seperti kapal niaga pasti memenuhi standar dan kajian dari kementerian perhubungan.
“Kalau kapal atau perahu yang kecil (speedboat) hanya pengguna, yang bisa mengatur (berlayar kemana laut atau sungai) seperti juga kapal atau perahu yang digunakan oleh warga pesisir pantai untuk mencari nafkah,” katanya.
Sementara itu soal kelayakan kapal untuk berlayar atau melaut diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 61 Tahun 2019 Tentang Kelaiklautan Kapal Penumpang Kecepatan Tinggi Berbendera Indoensia.
Dalam pasal 2 ayat 2 aturan tersebut disebutkan kapal harus memenuhi Kelaiklautan meliputi keselamatan Kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan kapal, garis muat kapal dan pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal serta manajemen keamanan Kapal.
Pada pasal 33 Permen tersebut disebutkan dengan rinci perlengkapan keselamatan kapal yang terdiri atas perlengkapan keselamatan jiwa, perangkat komunikasi radio, peralatan bantu navigasi elektronika, perlengkapan penerangan, dan peralatan pencegahan pencemaran.
Pada pasal 34 ayat 1 diterangkan perlengkapan keselamatan jiwa yang dimaksud terdiri dari sekoci dan rakit penolong (khusus kapal penumpang bermuatan lebih dari 450 jiwa), sekoci penyelamat (resuce boat), pelampung penolong, baju penolong (life jacket), alat pelontar tali (line throwing apparatus), isyarat mara bahaya, search and rescue radar transponder, dan two way radio telephony.
Penegasan berkaitan dengan keselamatan kembali ditekankan pada pasal 34 ayat 2 yang menyebutkan perlengkapan keselamatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri.