Perkumpulan Pengacara HAM Papua Minta Penyelidikan Pembunuhan Michelle Kurisi Dilakukan Secara Independen

Antar Papua
Siaran pers Perkumpulan Pengacara HAM Papua.

Timika, Antarpapua.com – Perkumpulan Pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) Papua meminta agar penyelidikan kasus pembunuhan Michelle Kurisi perlu dilakukan secara independen dan profesional, untuk mengetahui motif dan pelaku pembunuhan yang sebenarnya.

Dalam siaran pers Nomor : 16/SP-PAHAM/Papua/JPR/VIII/2023, yang dikeluarkan pada Jum’at (01/09/2023) kemarin, Perkumpulan Pengacara HAM Papua yang beranggotakan Gustaf R. Kawer, SH MSi, Hermon Sinurat, SH, Jaqualine Kafiar, SH dan Rayolis Korwa, SH menegaskan, pembunuhan warga sipil atas nama Michele Kurisi pada tanggal 28 Agustus 2023, bertempat di Distrik Kolawa, Kabupaten Lanny Jaya, Propinsi Pegunungan Tengah tentu meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarganya, dan warga Papua yang peduli terhadap perdamaian di Papua.

Hal ini tentu sangat memprihatinkan karena di tengah mobilisasi pasukan TNI dan Polisi di daerah konflik yang jumlah cukup tinggi peristiswa berdarah, masih marak terjadi mulai dari jual menjual senjata dan amunisi antar aparat keamanan dan kelompok sipil bersenjata hingga sandera menyandera, siksa menyiksa, bunuh membunuh setelah itu klaim-mengklaim sebagai pelaku atau yang melakukan.

Mereka menegaskan, hal ini dipertontonkan tanpa proses pencegahan atau penyelidikan yang professional, untuk mengetahui motif dan pelaku pembunuhan yang sesungguhnya terjadi di belantara Pegunungan Papua termasuk yang terjadi kini terhadap seorang warga sipil atas nama Michelle Kurisi.

“Pasca Peristiwa Pembunuhan tersebut telah beredar luas pernyataan dari Kelompok TPN PB melalui Juru Bicaranya Sebby Sambom, bahwa mereka bertanggung jawab terhadap Pembunuhan Michele Kurisi karena keterlibatannya dalam bekerja sama dengan aparat dan kunjungannya ke Nduga, dalam rangka mengambil data-data pengungsi sekedar termasuk kegiatan mata-mata untuk pembebasan sandera Warga Negara Selandia Baru. Klaim tersebut kemudian dengan cepat menjadi alasan pembenar aparat keamanan, dengan membangun narasi bahwa Aktivis Perempuan dan Anak tersebut dibunuh oleh Kelompok TPN PB dan yang bersangkutan bukan intelejen TNI maupun Polri,” cetus para Pengacara HAM Papua dalam siaran pers yang dibagikan.

Mereka melanjutkan, subtansi dari pengungkapan kasus ini tidaklah menjadi prioritas, yang menjadi prioritas adalah narasi Kambing Hitam dan narasi Kambing Putih.

Baca Juga |  Herman Alebrt Yoku: Pembunuhan Michelle Kurisi Doga Oleh KKB Merupakan Pelanggaran HAM Berat

Seharusnya, menurut mereka yang lebih dikedepankan adalah penyelidikan yang independen, mulai dari aktifitas yang dijalani korban dalam kesehariannya, pekerjaannya, relasi dia dalam bekerja termasuk misi yang bersangkutan ke Nduga untuk mengurus pengungsi atas perintah dan kerjasama dengan lembaga atau pihak mana, hingga siapa yang bersama-sama dengan korban sampai yang bersangkutan dibunuh secara sadis.

Akhirnya, melalui siaran pers itu, para Pengacara HAM Papua ini menyatakan, dari pemantauan dan penelusuran jejak digital yang dilakukan oleh PAHAM Papua, korban mempunyai relasi cukup dekat dengan beberapa petinggi Polri di Papua.

Termasuk, dalam beberapa konflik di Papua yang bersangkutan secara aktif terlibat dalam aksi-aksi tersebut, tetapi tidak tersentuh dalam proses hukum. Misalnya dalam peristiwa rasisme 2019, Michele Kurisi terlibat dalam Demo Anti Rasisme, dengan turut melakukan orasi di depan Kantor Gubernur Provinsi Papua pada tanggal 19 Agustus 2019.

Selanjutnya, dalam demo tanggal 29 Agustus 2019 yang berbuntut terjadi tindakan anarkhis pembakaran dan pengrusakan sejumlah bangunan di Papua, yang bersangkutan juga hadir dalam demontrasi tersebut namun tidak pernah tersentuh lewat proses hukum baik sebagai saksi biasa maupun tersangka.

Dikatakan, korban juga dalam proses hukum terhadap aktivis yang dijerat dengan tuduhan makar setelah peristiwa rasis tahun 2019, baik di Balikpapan dan Jayapura aktif melakukan pemantauan.

“Korban sebelum peristiwa pembunuhan tidak pernah terdengar keterlibatannya sebagai aktivis perempuan dan anak, yang mengurus pengungsi dan anak termasuk persoalan perempuan dan anak lainnya, korban juga tidak terdengar keterlibatannya dalam NGO atau organisasi masyarakat sipil yang melakukan advokasi terhadap masalah-masalah perempuan dan anak,” ungkap Perkumpulan Pengacara HAM Papua.

Mereka menegaskan, penyelidikan yang independen dan professional sangat perlu dilakukan secara mendalam oleh pihak yang netral sangat penting, guna menghindari klaim mengklaim dengan narasi-narasi yang sarat kepentingan politik, menjadi penting saksi-saksi dan alat bukti yang dapat membantu pengungkapan kasus tersebut adalah jejak digital korban mulai dari aktivitas yang bersangkutan terakhir ini, komunikasi dengan pihak-pihak siapa sajakah dan saat melakukan perjalanan ke Nduga atas perintah dan bersama dengan siapa.

Baca Juga |  Tokoh Papua Kecam Pembunuhan Michelle Kurisi Doga dan Minta KKB Ditindak Sesuai Hukum

Setelah itu, barulah dilakukan penyelidikan terhadap proyektil yang di pakai menembak di Puslabfor, akan diketahui peluru dan senjata produksi mana, dan akan ketahuan pihak-pihak yang menggunakannya atau dari kesatuannya.

Perkumpulan Pengacara HAM Papua menyatakan, jejak digital yang bisa dipakai untuk menelusuri motif pembunuhan yang bersangkutan adalah, hadirnya Michelle Kurisi dalam webinar dalam Paradox yang dibawakan oleh Bishop Joshua Tewuh dengan judul, “INDONESIA WALK OUT WHY?!”.

Mereka menilai, dalam acara Paradox tersebut Korban mengapresiasi delegasi ULMWP dan mendukung perjuangan Papua Menjadi Anggota MSG, serta berbalik mengkritisi Pemerintah Indonesia dengan cukup keras, dengan inti pernyataan antara lain: “Salut untuk Pemimpin ULMWP yang hadir di Vanuatu Delegasi Indonesia tidak mewakili Papua, Tidak Mewakili Adat Istiadat Orang Papua, Indonesia Walk Out dari Forum MSG sangat memalukan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi diminta mengundurkan diri”.

Melihat track record korban akhir-akhir ini, terdapat berbagai spekulasi tentang pembunuhannya bukan saja korban di bunuh oleh Kelompok TPN PB, tetapi bisa saja sengaja di “hilangkan” oleh kelompok yang sakit hati terhadap pernyataan korban yang kontra dengan kepentingan mereka di Tanah Papua, atau sengaja menciptakan narasi konflik Papua dari konflik kekerasan Negara yang dilakukan oleh aparat keamanan ke konflik kekerasan yang dilakukan TPN PB terhadap masyarakat sipil.

Mereka meminta, pengungkapan kasus terbunuhnya Almarhumah Michelle Kurisi harus dilaksanakan secara independen. Dengan demikian, Pemerintah Republik Indonesia melalui Komnas HAM RI diminta, agar membentuk Tim Independen guna pengungkapan Kasus Pembunuhan diluar hukum (Extra Judicial Killing), dan menghindari klaim mengklaim yang tidak bertanggung jawab baik di kalangan TPN PB maupun TNI-Polri, yang menimbulkan korban berjatuhan di kalangan masyarakat sipil yang ada di Tanah Papua. (*)

Cek juga berita-berita Antarpapua.com di Google News